Kamis, 21 April 2016

Seminar Dan Peluncuran Monografi-Film Dokumenter Kawin Anak Fenomena Kerja Kuasa Tersamar Dan Yatim Piatu Sosial

Seminar Dan Peluncuran
Monografi-Film Dokumenter Kawin Anak :
 Fenomena Kerja Kuasa Tersamar 
Dan Yatim Piatu Sosial



Waktu :
Kamis, 21 April 2016

Tempat :
Bidakara. Ruang Bima. Lantai 2,
Jl Gatot Subroto. Jakarta

Penyelenggara :
Rumah KitaB

Pendukung :
Ford Foundation


Ulasan Redaksi :

Sambutan :
Lies Marcoes (Direktur Rumah KitaB)
Merasa galau dengan adanya kontradiktif. Rumah kitaB berhasil menerbitkan 14 buku. Pada masa Kartini perkawinan anak bukan isu. Tetapi kini di abad 21 justru terjadi peningkatan Perkawinan Anak. Ini ada apa ? Mengapa terjadi. Satu diantara lima perkawinan terjadi perkawinan anak. Dari 54 yang diwawancara kebanyakan menikah di usia 11-14 tahun. Berati usia Sekolah Menengah Pertama. Indonesia sudah menanda tangani anti perkawinan anak dan sunat perempuan. Tidak sederhana persoalan Perkawinan Anak ini. Kalau kita tahu problemya kita tahu solusinya.
Yudisial review batas usia menikah  UU Perkawinan ditolak MK. Tantangan ada kelompok fundamentalis masuk dalam kelembagaan pengetahuan. Terkait perubahan ruang hidup yakni kemiskinan. Perkawinan Anak terjadi di daerah krisis lahan dan pangan, perubahan kepemilikan tanah.Globalisasi ekonomi dan pandangan keagamaan berpengaruh kepada cara pandang Perkawinan Anak. Memetakan permasalahannya secara substantif. Dra Shinta Nuriah, MHum. Membuka acara dan meluncurkan buku.

Keynote Speech :
Mia Siscawati, PhD (Ketua prodi Kajian Gender UI dan Dosen Departemen Antropologi UI)
Ada ibu berusia 40 tahun sudah menjadi nenek dan cucunya menikah di usia dini.UU perkawinan mengijinkan batas usia nikah 17 tahun. Perkawinan Anak dilanggengkan karena proses pemiskinan. Indonesia ini darurat karena adanya Perkawinan Anak. Topik yang masih perlu dieksplorasi; hasilnya digunakan untuk advokasi kebujakan.
Penelitian Rumah KitaB bersifat kuantitatif dengan pendekatan antropologi. Pemberdayaan perempuan dan menempatan anak sebagai korban Perkawinan Anak sebagai subyek; yang membuat mereka ada dan visible. Menggambarkan kompleksitas Perkawinan Anak.Dan upaya untuk menghentikannya tidak boleh sederhana dan ad hoc. Pendekatan metodologi antara berbagai aspek dari berbagai dimensi. Sangat kontemporer.
Ada 4 temuan :
1. Praktek Perkawinan Anak lekat dengan proses pemiskinan karena perubahan ruang hidup. Contohnya di Kerawang. Hilangnya tanah untuk perkebunan dan pertambangan karena industri ekstraktif. Negara merebut dan mengambil alih hak atas tanah. 33.000 desa yang merupakan 40% tanah adat.
2. Terkait gender dan interaksi sosial.Ketika lahan menghilang timbul buruh migran (TKW).
3. Aspek kelembagaan sosial. Kelembagaan yang memudahkan atau mempersulit terjadinya Perkawinan Anak. Orang tua, sesepuh, tokoh agama, berpengaruh terhadap terjadinya Perkawinan Anak.
4. Kontrol hukum negara dan hukum agama atas seksualitas.

Narasumber :
Mimi (Komisi VIII DPR, Berasal dari Dapil Jatim 3 Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi). Sebanyak 44% ada kejadian Perkawinan Anak di Bondowoso.Bayi di ICU karena ibu yang melahirkan  belum berusia  20 tahun . Di BKKBN ada Genre (Generasi Berencana) pernikahan minimal berusia 21 tahun. Pendidikan Biologi tidak mengajarkan kesehatan reproduksi. Budaya Osing di Banyuwangi yang memungkinkan terjadinya Perkawinan Anak dengan cara "diculik".Pendidikan adalah salah satu kunci mengatasi Perkawinan Anak.

Nyai Hj Dewi khalifah, SH, M.Pd.I.
Bercerita tentang pesantren Aqidah Usmuni yang didirikan kakeknya di Sumenep-Madura. Pergerakan wanita di Sumenep masih sangat dibatasi. Ingin menginspirasi perempuan Madura agar lebih maju karena adanya budaya patriakhi yang kuat. Persoalan ekonomi masih jadi penyebab Perkawinan Anak. Tetap membolehkan anak perempuan yang telah menikah dan/atau hamil bersekolah di pesantrennya. Pelatihan keterampilan untuk perbaikan ekonomi keluarga. Kalau punya keterampilan dan kepandaian perempuan akan dihargai oleh kaum lelaki dan suaminya.
Pesantren adalah tempat pendidikan yang sudah komplit. Peran para kiyai sangat penting. Adanya mark up usia nikah di Madura memberi kesan sedikitnya Pernikahan Anak.
"Lebih baik menjadi janda daripada menjadi perawan tua"
"Lebih baik janda yang telah berkali-kali menikah daripada perawan tua".
Diskriminasi pendidikan, menyebabkan anak perempuan tidak bisa melanjutkan dan mengenyam pendidikan.

Wahyu Widiana, SH, MA.
Pemahaman yang tidak utuh atas agama (fikih). Misal kalau anak perempuan telah akil balik (mentruasi) boleh dinikahkan. Usul batas usia menikah adalah 21 tahun dan telah mengikuti penyuluhan pra-nikah di balai Konsultasi pra-nikah. Sehingga calon pengantin mengetahui untung rugi (risiko) pernikahan dini.Pembaharuan dan penegakan hukum yang sensitif perempuan dan anak. Dengan adanya Akte Lahir usia seseorang bisa diketahui dengan pasti. Sayangnya saat ini ada 45 juta anak yang belum memiliki Akte Kelahiran. Keberanian penegakan hukum dan keberanian penafsiran hukum agama bisa mencegah Pernikahan Anak.

Slide foto - foto selama acara

Slide Nyai Hj Dewi khalifah, SH, M.Pd.I :

klik gambar untuk memperbesar




www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: