Jumat, 16 Desember 2016

SEMINAR NASIONAL TANAMKAN RASA KEMANUSIAAN UNTUK MENUMBUHKAN KEADILAN DAN ADAB KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA. ALAM SEMESTA DAN SEISINYA SERTA SESAMA MANUSIA

SEMINAR NASIONAL
TANAMKAN RASA KEMANUSIAAN
UNTUK MENUMBUHKAN KEADILAN
DAN ADAB KEPADA
TUHAN YANG MAHA ESA
ALAM SEMESTA DAN SEISINYA
SERTA SESAMA MANUSIA



Waktu :
10 Desember 2016

Tempat :
Gedung Joang 45,
Jl. Menteng Raya No.31, Menteng, Ke Sirih, Jakarta Pusat.

Ulasan Redaksi :

Erry Riyana Harjapamengkas, SE.
Korupsi sudah berlangsung lama, untuk pemberantasannya harus komprehensif, jangka panjang, konsisten, berlanjut, perlu kesabaran revolusioner. Motif korupsi karena kebutuhan dan/atau keserakahan. Pemberantasan berarti pencegahan (dengan pendidikan) dan penindakan.
Perlu penegakan hukum tanpa pandang bulu. Tiongkok dan Singapura adalah dua negara yang berhasil menerapkan pemberantasan terhadap korupsi. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia = 3,5.
Di Swedia pendidikan tentang area pribadi dan area publik sudah diajarkan sejak sekolah dasar. Kita mulai dengan mematuhi hukum/tata tertib, disiplin, buang sampah pada tempatnya, antri, jangan takut miskin karena tidak korupsi.

Dr. Abdul Khair, SH.MH.
Ancaman penistaan/penodaan agama ada di pasal 156A KUHAP.Ada paradigma semiotika menyangkut hubungan negara dan agama. Negara Indonesia adalah negara hukum, namun bangsa Indonesia adalah religius.
Faktor yang berpengaruh dalam penerapan hukum yang lurus, adil dan beradab,
- Peraturan yang adil jelas dan pasti
- Struktur kelembagaan hukum
- Budaya hukum masyarakat
- Politik hukum.Kebenaran hukum tidak boleh mendua. Jadi perlu adanya kemauan politik.


.

Jumat, 09 Desember 2016

Rilis Survei Nasional SMRC "PROTES SOSIAL & LEGITIMASI KEPEMIMPINAN NASIONAL"

Rilis Survei Nasional
SMRC, 22-28 Nopember 2016.
PROTES SOSIAL & LEGITIMASI
KEPEMIMPINAN NASIONAL"



Waktu :
Jumat, 8 Desember 2016

Tempat :
Hotel Century, Jakarta

Narasumber :
  • Dr. Saiful Mujani (SMRC)
  • Prof. Dr. Salim Said (Pakar Pertahanan)


Ulasan Redaksi :

Dr. Saiful Mujani
Protes 4 Nopember 2016 sudah menjadi perhatian nasional, bukan hanya isu Ahok dan Pilkada DKI Jakarta. Secara nasional banyak yang mendukung atau bersimpati pada demo itu, namun bukan sebuah kekuatan mayoritas warga.
Klaim bahwa Ahok menista agama juga bukanlah klaim mayoritas warga. Sangat sedikit warga yang tahu persis ucapan Ahok tentang surat al Maida. Media massa, terutama media sosial berkontribusi bagi meluasnya opini anti-Ahok. Namun dari yang tahu bahwa Ahok meminta maaf dengan ucapannya, mayoritas warga memaafkan.
Banyak warga percaya bahwa demo 4 Nopember 2016 dimanfaatkan untuk kontestasi Pilkada DKI Jakarta. Jokowi masih memiliki legitimasi kepemimpinan nasional yang kuat, karena positifnya kondisi ekonomi, hukum, keamanan, dan kebebasan menjalankan agama. Adanya kesempatan politik DKI, dan ada mobilisasi sumber daya.

Prof. Dr. Salim Said
Adanya peran penting khotbah di masjid, tentang adanya ketakutan seolah Ahok tidak tersentuh hukum. Jokowi tidak mendapatkan nasehat/masukan yang pas dari para bawahannya. Dalam dunia politik, persepsi lebih penting dari fakta.






NOMagz.com

Sabtu, 03 Desember 2016

Diskusi Syndicate Update "101 Pilkada 2017: Perang Cyber dan Perang Survei"

Diskusi
Syndicate Update
"101 Pilkada 2017 :
Perang Cyber dan Perang Survei"



Waktu :
JUMAT, 2 Desember 2016

Tempat :
Kantor PARA Syndicate,
Jl Wijaya TIMUR 3 No. 2A Keb. Baru Jaksel

Bersama :
  1. Bekti Waluyo
  2. Setri Yasra (Redaktur Pelaksana Politik Majalah TEMPO)
  3. Rustika Herlambang (Direktur Komunikasi Indonesia Indicator)
  4. Ari Nurcahyo (Direktur Eksekutif PARA Syndicate) 


Apakah kini sudah gawat dunia media sosial (MedSos) kita sehingga Presiden Jokowi sampai menyampaikan keprihatinan secara terbuka? Keprihatinan Jokowi merujuk pada penggunaan media sosial untuk kepentingan Pilkada 2017 dan menyebarkan sikap kebencian berdimensi politik dan agama. Untuk itu adakah masalah yang lebih mendasar dalam konteks tersebut?

Keterkaitan individu dengan identitas warga bangsa dan umat agama sangat kuat. Di tengah identitas yang melekat pada seseorang, dua ikatan itu paling dominan dalam mengidentifikasi seseorang, siapa dirinya dan siapa mereka. Dalam ajang pemilu, Pilpres, atau Pilada, hal seperti itu sering dimanfaatkan secara subyektif oleh peserta kontestasi politik.

Fenomena seperti itu kerap dapat kita temukan dalam berbagai arena pemilu. Hasilnya bukan hanya calon pemilih yang terjebak dalam suasana kompetitif, melainkan juga telah menarik mereka yang bukan pemilih (simpatisan), masuk dalam arena media kompetisi politik. Polarisasi yang tajam atau sikap dikotomis, akhirnya ikut membelah publik baik yang pro maupun kontra dengan identitas primordial keagamaan menjadi batas tengahnya. Masing masing lalu berhadap-hadapan saling adu argumen dan program, sambil mempertanyakan seberapa kuat terikat dengan agamanya atau dukungan politiknya.

Pertanyaan mengenai siapa dirinya dan apa yang dipikirkan orang lain mengenai dirinya merupakan pergulatan pribadi sepanjang hidup. Apalagi sebagian besar identitas dipengaruhi oleh faktor dan identitas di luar diri seseorang dan lingkungannya. Dalam diri seseorang melekat jalinan identitas yang terentang mulai dari usia, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, agama, golongan dan kelas sosial, ras dan kesukuan, bangsa dan warga dunia. Contoh, diskursus atau wacana mengenai ikatan dalam identitas kebangsaan, agama, etnisitas, dan kebangsaan justru lebih ramai dalam percakapan di dunia maya (MedSos).

Harus diakui, bahwa media sosial memiliki dua muka. Di satu sisi bisa bersifat negatif dan destruktif, seperti tercermin dalam mengutarakan kebencian dalam akhir-akhir ini yang bisa merusak pengembangan demokrasi di tanah air. Atau membuat ketergantungan publik terhadap media sosial dengan memanfaatjkan sebagai media komoditas. Tetapi di sisi lain, peran media sosial bisa berwajah posisit, jika disampaikan untuk menggalang empati misalnya dalam suatu bencana alam, tanah longsor, gempa bumi, dan gunung meletus.

Kemudian, media sosial juga berperan besar dalam menyediakan ruang perdebatan publik tapi sekaligus mengambil keuntungan dari berdebatan itu untuk meningkatkan pencitraan atau popularitasnya atau leverege-nya di mata publik. Dalam konteks itu seharusnya ada tanggung jawab yang dibebankan kepada penyedia aplikasi media sosial jika muncul kegaduhan politik atau kasus hukum seperti kasunya AHOK dan Buni Yani. Perlu dicatat kontroversi dan gugatan hukum tidak akan muncul tanpa Facebook konten digital Buni Yani.

Ke depan, para ahli komunikasi, IT, dan hukum media perlu mendiskusikan sejauh mana lingkup tanggung jawab pengelola media sosial tanpa harus mengabaikan kontribusi positif nya di berbagai bidang. Kemudian perlu dibedakan antara tanggung jawab pengguna media sosial dan tanggung jawab pengelola media sosial. Dan penyedia layanan media sosial juga diberi tanggung jawab untuk mewujudkan ruang publik virtual yang beretika atau beradab. Tentu fenomena kebebasan tanpa batas menjadikan keprihatinan kita karena perang MedSos dalam Pilkada 2017 semakin panas dan terus berlangsung. Itu PR kita semua (FSS).



Ulasan redaksi :

.


Slide foto - foto selama acara



  Slide Rustika Herlambang :

klik gambar untuk memperbesar




































NOMagz.com

Kamis, 01 Desember 2016

Peluncuran Buku "Catatan Harian : Magdalena Sitorus"

Peluncuran Buku
"Catatan Harian :
Magdalena Sitorus"



Waktu :
30 November 2016

Tempat :
Erasmus Huis, Jakarta


Magdalena Sitorus Mengajak Perempuan Bersuara Melalui Tulisan

Jakarta, 30 November 2016, NOMagz.com

Magdalena Sitorus (Komisioner Komnas Perempuan) bersama Penerbit Jalasutra meluncurkan lima seri Buku Catatan Harian Magdalena Sitorus (2011-2015) Dinarapkan Buku Catatan Harian ini bisa menginspirasi setiap perempuan untuk bisa mulai menulis tentang cerita kesehariannya.

Lima seri Buku Catatan Harian Magdalena Sitorus ini menjadi contoh bagaimana perempuan begitu bebas mengeluarkan pendapat tentang apa saja hal-hal yang dialaminya sehari-hari. Mulai dari soal rasa kehilangan atas kepergian suami tercinta, persoalan keluarga, adat, gereja, dunia aktivisme hingga persoalan relasi dengan tetangga, dan persoalan-persoalan bangsa ini.

Beberapa buku Magdalena Storus sebelumnya seperti Semua Ada Waktunya (2012), Daun Putri Malu (2013). Sepatu Emas Buat Inang (2014), dan Kain Cinta Tanpa Batas (2015) juga ditulis berdasarkan cerita catatan harian.


Sejak Asmara meninggal, saya mengubah catatan harian saya menjadi surat yang saya tujukan kepadanya. Itu cara saya tetap berkomunikasi dan merasa dekat dengan Asmara kata Magdalena di Erasmus Huis, Jakarta.

Semua yang ditulisnya merupakan apa yang dia alami seharihari mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Banyak dalam tulisannya, Magdalena juga menceritakan kisah orang lain yang menurutnya penting untuk ditulis.

"Saya suka sekali mengamati orang, apalagi jika orang tersebut memiliki pergumulan hidup yang kalau ditulis dan dibaca orang bisa mengayakan kemanusiaan kita.", kata Magdalena.

Menulis cerita sehari-hari bagi perempuan menjadi salah satu cara untuk pemberdayaan diri. Cerita tersebut tidak hanya sebagai dokumentasi tapi juga membuat perempuan mengenali apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya. "

"Selama ini ketika perempuan mengalami sebuah kejadian, seringkali diceritakan sebagai rumpian sesama perempuan, ada juga yang dipendam saja, ada juga yang bisa curhat menangis dan ada juga melampiaskan emosi melalui cara-cara destruktif. Dengan cara menulis apa yang dialami perempuan, baik pengalaman menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan seperti kekerasan," kata Nur Imroatus (im), Manajer Penerbit Jalasutra.

Perempuan menjadi saksi mata dan mengalami langsung berbagai peristiwa ketidakadilan yang terjadi di sekitar mereka. Melalui tulisan yang sederhana dan dekat dengan perempuan seperti catatan harian, diharapkan bisa menjadi bagian dari wacana publik. "Siapa tahu, nantinya akan berkembang lagi bentuk-bentuk penulisan yang appropriate dengan pengalaman perempuan," tambah Nur immoatus (lim).


Acara ini diramaikan dengan diskusi bedah buku oleh Andreas Harsono dan Andy Yentriani, penampilan dari pianis Ananda Sukarlan, dan pembacaan tulisan dari ibu-ibu. Sekolah Perempuan, serta Adopsi Buku, yaitu pembelian buku yang akan diberikan kepada perempuan di komunitas. Seluruh penjualan Buku Catatan Harian Magdalena Sitorus akan disumbangkan kepada Pundi Perempuan sebagai wadah penggalangan dana publik untuk perempuan korban kekerasan.

Tidak hanya itu, Magdalena Sitorus bersama Penerbit Jalasutra juga menginisiasi kampanye #PerempuanMenulis. Harapannya terlahir penulis-penulis perempuan baru yang saat ini masih sangat sedikit jumlahnya. Kampanye online ini mengajak para perempuan untuk menuliskan 5 kata yang menggambarkan kisah hidupnya melalui foto atau quote yang bisamdiunggah di www.campaign.com/PerempuanMenulis maupun di media sosial dengan menggunakan tagar #PerempuanMenulis.

Kampanye ini didukung oleh beberapa elemen gerakan perempuan, diantaranya Komnas Perempuan, Kapal Perempuan, Jurnal Perempuan, AMAN Indonesia, Nasyiatul Aisyiah (NA), Pundi Perempuan, Indonesia untuk Kemanusiaan (KA), Campaign com, dan Ford Foundation.

Setelah launching Buku Catatan Harian ini, Magdalena Sitorus akan mewadahi kegiatan bagi komunitas pendukung PerempuanMenulis agar mereka bisa tetap berkarya melalui tulisan, salah satunya melalui seminar tentang menulis

Slide foto - foto selama acara

 

.