Selasa, 30 September 2014

Diskusi terbuka SELEKSI MENTERI

Diskusi terbuka
SELEKSI MENTERI


Waktu:
30 September 2014, 14.00-16.00
 

Lokasi:
Rumah Maroko. 
Jl. Tasikmalaya no. 6, Menteng, JakPus.

Penjelasan: 

Arifin Asydhat (detik.com)

Moderator: 

Najwa Shihab

Panelis:

  • Muhammad Najib Azka (Sosiolog UGM);
  • Purbaya (Ekonom);
  • Andi Wijayanto (Tim Rumah Transisi).

 

Tim Pakar Seleksi:
  • Aqua Dwipayana (Pakar Komunikasi);
  • Chandra Martha Hamzah-Ketua Tim Seleksi (Mantan Wakil Ketua KPK);
  • Fauzy Ichsan (Ekonom);
  • Onno W Purbo (Ahli Teknologi Informasi);
  • Refly Harun (Pakar Hukum Tata Negara).
 
.


Slide foto-foto selama acara


....



A discussion with Elizabeth Pisani "Indonesia Etc."

A discussion with 
Elizabeth Pisani
"Indonesia Etc." 


Waktu:
30 September 2014 at 3 PM

Lokasi:
The Habibie and Ainun Library, 
Jalan Patra Kuningan XIII no. 5,  Jakarta Selatan 

Slide foto-foto selama acara

VIDEO ACARA :


https://www.youtube.com/watch?v=jN7nNdlei1E
.


www.NOMagz.com

Diskusi Maarif Institute "Membaca arah Kebijakan Politik Jokowi-JK"

Diskusi 
Maarif Institute
"Membaca arah Kebijakan 
Politik Jokowi-JK"


Waktu:
30 September, 11.45 - 15.00
 

Lokasi:
Maarif Institute, Jl. Tebet Barat Dalam, Jakarta


Narasumber:
  • Tamrin Amal Tomagola (Sosiolog)
  • Musdah Mulia (Pemerhati HAM)


 
Slide foto-foto selama acara


VIDEO ACARA :
 

https://www.youtube.com/watch?v=zx4cOuLyaYU



www.NOMagz.com

Peluncuran Buku “Bridging the Gap” dan “No Easy Way”

Peluncuran Buku
“Bridging the Gap” 
dan 
“No Easy Way”
karya Wijayanto Samirin
. 

Waktu : 
Selasa, 30 September 2014, 10:00 - 12:00wib
 

Tempat : 
Paramadina Graduate School,
Energy Building 22fl., SCBD, Jakarta
 

Keynote Speaker: 
H.M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI terpilih
 

Pembicara: 
Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina | 
Arif Budimanta, Direktur Megawati Institute | 
Faisal Basri, Ekonom INDEF | Wijayanto Samirin, Penulis Buku
 

Moderator: 
Don Bosco Selamun, Chief Editor Berita Satu



ULASAN:

Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan, terdapat tiga kota yang memiliki ketimpangan paling parah antara kaya dan miskin di dunia ini. Jakarta termasuk salah satu di antara tiga kota tersebut.

JK bercerita, ketiga kota yang memiliki ketimpangan kesejahteraan yang besar adalah Jakarta, Indonesia, Manila, Filipina dan Bombay, India .

"Jakarta kota yang kompleks. Orang terkaya ada dan termiskin juga ada," kata Kalla dalam peluncuran buku 'Bridging the Gap', Jakarta, Selasa (30/9/2014).





Adanya ketimpangan tersebut tergambar dalam perbandingan gaji atau pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Di Jakarta, terdapat orang yang memiliki gaji 100 kali lipat lebih besar dibanding dengan gaji orang lain.

"Di Amerika hanya 10 kali, di Jakarta sampai 100 kali. Untuk negara maju, batasan ketimpangan itu hanya 10 kali," lanjutnya.

Ketimpangan yang terjadi di Jakarta lebih parah jika dibanding dengan Naypyidaw, Myanmar dan Kuala Lumpur, Malaysia.

Oleh karena itu, menurut JK, untuk memangkas ketimpangan tersebut mesti ada keadilan dalam hal kepemilikan, pekerjaan dan juga gaji atau pendapatan.


Untuk memuluskan langkah tersebut, pemerintah harus melakukan perbaikan pada  anggaran, kebijakan anggaran, serta pendidikan di masyarakat.

"Cara melaksanakan alokasi budget dan kebijakannya. Tentu dinamika masyakat pendidikan dan semangatnya," pungkas dia. (Amd/Gdn)


sumber : liputan6

Slide foto-foto selama acara

VIDEO ACARA :


https://www.youtube.com/watch?v=171F1wur9jU


www.NOMagz.com

Senin, 29 September 2014

Pemutaran dan Diskusi Film "The Act of Killing" karya Joshua Oppenheimer

Pemutaran dan Diskusi Film
"The Act of Killing" 
karya Joshua Oppenheimer
.

Waktu:
Senin, 29 September 2014, Pukul 12.00-17.00 WIB

Lokasi:
Gedung Utama Lantai 3, Kampus 1 Universitas Tarumanagara
Jln. Letjen S. Parman no.1, Grogol - Jakarta Barat


Narasumber :
  • Yosep Stanley Adi Prasetyo (Anggota Dewan Pers, Dewan Pakar Perhimpunan INTI)
  • Hilmar Farid (Sejarawan UI)
Moderator :
Kurnia Setiawan (Dosen FSRD Untar, Wakil Ketua Dept. Pendidikan & Kebudayaan Perhimpunan INTI)
 

Penyelenggara:
Pengurus Pusat GEMA INTI (Generasi Muda Indonesia Tionghoa) 
Program Studi Desain Komunikasi Visual FSRD Untar (Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanagara) 

ULASAN :

Moderator Kurnia Setiawan yang juga sebagai perwakilan dari INTI sebagai tuan rumah membuka acara dengan mengatakan bahwa negara harus berani membuka sejarah Indonesia seperti apa.
"Diskusi bertujuan agar para penonton tahu seperti apa sejarah kelam Indonesia sampai hari ini. "Setiap negara pasti punya masa kelam," ujarnya.




Narasumber pertama, Yosef Stanley Adi Prasetyo mengatakan bahwa  film The Act of Killing ini merekam dari sudut pelaku. "Jarang ada film yang merekam gambar dan mencari pengakuan dari sudut pelaku, biasanya dari sudut korban," ujar Yosep. "Saya kira film ini satu-satunya yang menggunakan sudut pelaku," tambahnya.
Menurut Yosep, negara tidak pernah menghukum para pembunuh hingga saat ini. "Bahkan dalam film ada staf ahli menpora yang seolah-olah dia adalah hero, melakukan tugas suci, membunuhi orang-orang komunis. Orang lupa bahwa pembunuhan adalah kejahatan, tindak pidana, " ujar Yosep.
Anggota Dewan Pers ini tidak setuju pernyataan militer Orde Baru bahwa konflik masa itu adalah konflik horisontal. Padahal "lawannya tidak berdaya," kata Yosep.
Yosep juga tidak setuju pernyataan Menkopolhukam Djoko Suyanto bahwa pembunuhan 65 adalah legitimate, untuk menyelamatkan negara akibat PKI memberontak. Padahal dalam film tersebut tidak terlihat adanya pemberontakan. "Cerita para pelakunya sama sekali tidak cerita tentang pemberontakan," lanjut Dewan Pakar Perhimpunan INTI tersebut.
Film ini memang banyak menampilkan ormas Pemuda Pancasila (PP) di kota Medan sebagai ormas tempat bernaung Anwar Congo, si mantan algojo dalam film tersebut.
Namun begitu, Yosep juga menambahkan bahwa pola pembantaian di Sumatera Utara berbeda dengan di Jawa. "Pembunuhan di Jawa lebih banyak dilakukan oleh kelompok agama, dan organisasi masyarakat yang mendapat dukungan dari militer," ujarnya.



Sementara  pembicara lain, Hilmar Farid memberikan pandangannya kenapa kita perlu dan melihat kembali, bahkan perlu memikirkan peristiwa yang telah berlalu hampir 50 tahun lalu. Hilmar menjawabnya "karena sebagian masalah yang muncul karena peristiwa itu, sampai sekarang masih ada bersama kita."
Menurut Sejarawan Universitas Indonesia ini, orang2 yang terlibat kekerasan pada masa lalu menjadi dan masih menjadi bagian dari kekuasaan dan kekuatan ekonomi.
Sebagai seorang sejarawan, Hilmar berpendapat bahwa peristiwa 1965 dengan pembunuhan massalnya, adalah sebuah momen di mana prinsip-prinsip yang paling dasar diabaikan.
Menurut Hilmar, saat itu Partai Komunis Indonesia adalah partai yang terbuka dan legal. Namun adanya kecurigaan bahwa PKI  ingin merebut kekuasaan. "Partai politik mana yang tidak ingin mengambilalih kekuasaan ?" tanyanya.
Hilmar sekali menekankan bahwa mengolah dan memahami secara bijak untuk mencari jalan keluar dari peristiwa 1965 ini adalah karena "peristiwa ini dampaknya bukan pada orang-orang yang hidup pada masa lalu. Korban sesungguhnya adalah rakyat. Sampai hari ini," tuturnya.
Hilmar lalu mncontohkan peristiwa-peristiwa aktual yang sedang terjadi di Bogor (Gereja Yasmin-red), maupun di Sampang (kasus penganut Syiah-red). "Karena ada pihak-pihak yang merasa lebih besar daripada konstitusi," lanjut Hilmar.



Diskusi juga menghadirkan teleconference melalui skype dengan tamu misteri yang dinamakan sebagai Anonymous, yaitu dari pihak pembuat film.
Dituturkannya bahwa memang sengaja film tidak ditawarkan ke Badan Sensor Film, karena sudah tahu tidak bakal lolos sensor. Jadi film hanya diputar secara gratis di komunitas-komunitas saja, sampai masuk dalam nominasi Piala Oscar. "Film ini juga diunggah di youtube. Dan penontonnya hampir 700.000 sampai 1 juta orang sudah menonton film ini," tambahnya.




Slide foto-foto selama acara


VIDEO ACARA :


https://www.youtube.com/watch?v=jSi0OtQ0pQI



VIDEO TAMU ANONYMOUS :  


https://www.youtube.com/watch?v=Xo4IjYXbKic



Materi Yosep Stanley Adi Prasetyo:

klik gambar untuk memperbesar












www.NOMagz.com

Minggu, 28 September 2014

Screening of the Documentary Film: Louis Couperus - Untemptable Unrest

Screening of the Documentary Film:
Louis Couperus: Untemptable Unrest


Waktu:
Minggu, 28 Sep 2014, 17:00. 

Lokasi:
Erasmus Huis Jakarta

Producer: 
MIROIR Film

Pembicara: 

  1. Jugiarie Soegiarto (Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia)
  2. Bas Heijne (Pembuat film dari Belanda)
  3. Bonnie Triyana (Komunitas Historia)
Moderator: 
Rina (Alumni FIB UI)

Sambutan: 

Emma (Erasmus Huis Jakarta)

. 
Menurut Bonnie Triyana, tahun 1900 adalah senjakala dari kolonialisme di Lebak. "Karena 45 tahun setelah novel ini terbit, Indonesia merdeka," ujarnya.
Bonnie menekankan bahwa novel ini lahir ketika ada budaya yang mengharuskan orang Belanda melihat kenyataan. "Dan mereka harus menempatkan diri mereka pada masyarakat yang hidup pada waktu itu." lanjutnya.
Menurut Bonnie lagi, orang2 Belanda pada masa itu harus kompromi, hidup di negeri tropis, tidak bisa menjalani sepenuhnya (apa yang disebut) Hindia Belanda. "Juga tidak bisa menjalani sepenuhnya hidup sebagai masyarakat Eropa," ujarnya. "Terutama mereka yang lahir dan besar di Hindia Belanda," tambahnya.
Menurutnya,  Louis Couperus berusaha membongkar kebiasaan atau hal-hal tabu pada masa itu, bahkan dilakukan oleh masyarakat Belanda sendiri. "Orang Belanda melihat orang pribumi sebagai jajahan, sementara orang pribumi melihat orang Belanda sebagai tuannya, tapi di novel ini tidak demikian," kata anggota Komunitas Historia ini.
Bagi Bonnie, kita tidak bisa memahami sejarah sebagai hitam putih belaka, tetapi ada wilayah yang abu-abu. Ada gubernur jendral pada masa itu juga yang bekerja sangat rajin dan memperhatikan rakyatnya. Sementara sejarah Indonesia mengajarkan bahwa Belanda selalu menjajah. Kolonialisme selalu dikait-kaitkan dengan bentuk2 kekerasan.
"Tapi di dalam, faktanya tidak demikian," lanjutnya. Dan Couperus, menurut Bonnie, membuat hal tersebut menjadi terlihat. "Menjadi terlihat manusiawi," lanjutnya. 



Sebelumnya, Jugiarie Soegiarto mengatakan bahwa yang direkam dalam novel ini hanya sepotong atau sebagian saja dari puncak-puncak kepengarangan Couperus.
Menurut  Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia ini, karya-karya Couperus sedikit sekali, dan itu sudah dipilih oleh Bas Heijne, sang pembuat film.
Kritiknya pada film dokumenter ini antara lain pada kemunculan Bas yang terlalu dominan. "Mungkin kalau dikurangi, akan lebih mengena," sarannya.


Slide foto-foto selama acara



www.NOMagz.com

Seminar Nasional : "ICT & Ekonomi Kreatif Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat"

Seminar Nasional :
"ICT & Ekonomi Kreatif 
Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat"



Waktu: 
Sabtu, 27 Sep 2014, 9.00 - 14.00
 

Tempat : 
Galeri Cafe, Jl. CIkini Raya No. 73, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat

Narasumber:
  1. Ir Nonot Harsono, MT – Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia
  2. Dr. Setyanto P. Santosa – Ketua Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel)
  3. Prof Dr Ing Ir Kalamullah Ramli - Dirjen Pos & Penyelenggaraan Informatika Kementerian Komunikasi & Informatika. Diwakili Ir. Anang Achmad Latif, MSc.
  4. Hasnil Fajri S.Kom- Koordinator Entrepreneur & Professional for Jokowi & Pelaku ICT &  Ekonomi Kreatif


Forum Relawan Profesional mengadakan seminar bertema ICT dan Ekonomi Kreatif Berperan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat tersebut adalah dalam rangka  memberi masukan kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Forum ini juga menyarankan pembentukan Kementerian Ekonomi Kreatif karena bidang itu akan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menggerakan sektor riil bila terpisah dari Kementerian Pariwisata.
"Ekonomi kreatif juga akan mendorong Indonesia menjadi salah satu negara maju anggota G7 di tahun 2040 dan menjadi salah satu negara terdepan dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi atau ICT dan ekonomi kreatif di Asia dalam lima tahun ke depan," kata pegiat sekaligus Ketua Forum Relawan Profesional, Hasnil Fajri melalui siaran pers di Jakarta.
Hasnil mengatakan seminar itu diharapkan menghasilkan masukan mengenai figur Menteri Ekonomi Kreatif kepada Jokowi-JK. Menteri Ekonomi Kreatif harus memiliki kriteria berkompetensi di bidangnya, memiliki pengalaman yang luas dan global serta integritas yang teruji.



Dari kalangan kaum profesional, beredar nama-nama yang dianggap memenuhi persyaratan, seperti Rusdi Kirana, Hasnil Fajri dan Whisnutama.
Sementara untuk Menteri Pariwisata muncul nama-nama seperti Chandra Andi Salam, Mira Lesmana, Sylviana Murni dan I Made Mangku Pastika.
Seminar itu juga akan dihadiri beberapa birokrat, pelaku dan pecinta industri ICT dan ekonomi kreatif, seperti Komisaris Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono, Ketua Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Setyanto P Santosa dan Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Prof Kalamullah Ramli.

 
Slide foto-foto selama acara





Materi Ir Nonot Harsono, MT:

klik gambar untuk memperbesar









Materi Ir. Anang Achmad Latif, MSc:

klik gambar untuk memperbesar








www.NOMagz.com

Sabtu, 27 September 2014

Pemutaran dan Diskusi Film Forum Muda Paramadina : Tae Guk Gi

Pemutaran dan Diskusi Film
Forum Muda Paramadina :
Tae Guk Gi 

Waktu:
Jumat, 26 September 2014, 16.00-20.30 WIB

Lokasi:
Pisa Cafe, Jl. Mahakam No, 11 Blok M, Jakarta Selatan

Pasca pemutaran film dan makan malam, diadakan diskusi mengenai film yang baru saja diputar.

Narasumber:
Hikmat Darmawan (pengamat komik, film, dan budaya pop)
 
Moderator:
Ihsan Ali-Fauzi 


ULASAN:

Film yang diputar di bulan ini adalah Tae Guk Gi (Brotherhood of War), sebuah film Korea Selatan tahun 2005 yang mengisahkan dua bersaudara, Jin Tae Lee dan Jin Seok Lee yang terpaksa ikut berperang dalam perang saudara Korea di tahun 1950. Jin Seok Lee, sang kakak, mengajukan diri untuk ikut dalam pasukan untuk melindungi adiknya, Jin Tae Lee yang dipaksa bergabung di garis depan. Dinamika perang membuat hubungan keduanya berujung tragis.

Film ini menjadi salah satu film tersukses dalam sejarah perfilman Korea Selatan dan memenangkan berbagai penghargaan internasional. Dalam Festival Film Asia Pasifik ke 50 tahun 2005, film ini memperoleh penghargaan sebagai film terbaik dan Kang Je Gyu, dinobatkan sebagai sutradara terbaik. Tae Guk Gi menjadi salah satu dari empat film Korea yang diputar dalam Festival Film Internasional Fajr 2006 di Iran. Pada tahun 2004, dalam Grand Bell Awards, penghargaan utama untuk film di Korea Selatan, film ini memenangkan penghargaan teknis: untuk penataan artistik, sinematografi, dan efek suara.


Forum Muda Paramadina (FMP) adalah badan di bawah PUSAD Paramadina yang fokus dalam memobilisasi energi kaum muda untuk melakukan studi dan advokasi ke arah Indonesia yang lebih baik, sesuai dengan misi Pusad Paramadina. Salah satu program bulanan FMP adalah pemutaran dan diskusi film. Dalam program ini diputar film-film peraih penghargaan internasional yang akan didiskusikan bersama narasumber berkualitas. Selain menikmati aspek sinematografi, program ini diharapkan menjadi sarana untuk mempelajari gejala-gejala sosial, ekonomi, politik, budaya, dan keagamaan di seluruh dunia. Program yang terselenggara atas kerjasama dengan Kafe Pisa Mahakam dan LSI Community ini gratis dan terbuka untuk umum (dengan reservasi).

 
https://www.youtube.com/watch?v=zSZKWLYvDLc


www.NOMagz.com

Kamis, 25 September 2014

Obrolan Langsat: Modal Sosial Melawan Korupsi

Obrolan Langsat: 
Modal Sosial Melawan Korupsi 


Waktu:
Kamis 25 Sept. 19:00-21:00


Pembicara: 
  1. Bambang Widjojanto (KPK);
  2. Lenny Hidayat (Kemitraan).
  3. Danang Trisasongko
Moderator: 
Iman D. Nugroho


Komisioner KPK, Bambang Widjojanto menyerukan agar jangan lagi menyebut "Penyelenggara Negara" atau "Pejabat Negara".
"Mereka itu kan Pejabat PUBLIK," cetus Bambang yang biasa dipanggil BW.
Lebih lanjut BW mengutarakan bahwa jika dalam sebuah pemerintahan para pemimpinnya itu isinya kekeluargaan (kakak, adik, sepupu dll), itu namanya adalah kerajaan. Bukan republik.



Bagi BW, ada paradoks. Di saat era informasi makin terbuka, sistem keluasaan makin tertutup. Dan di sini bagi BW, IGI menjadi relevan.
"Karena itu sistem pemerintahan menjadi tertutup, karena tak ingin diketahui pelanggarannya," demikian BW.



Sementara Dadang Trisasaongko dari Transparansi International Indonesia menilai bahwa pasca pemilu 2014 terlihat ada keinginan kelompok tertentu untuk kembali pada ketertutupan.

Slide foto-foto selama acara


VIDEO ACARA :


https://www.youtube.com/watch?v=hu4tlLpZDNs




www.NOMagz.com