Senin, 01 September 2014

Diskusi Publik "Ekonomi Indonesia di Era Jokowi: Seperti Apa?"

Diskusi Publik 
"Ekonomi Indonesia di Era Jokowi: 
Seperti Apa?"
.

Waktu:
Senin, 1 September 2014,18.30 s/d 21.00
Tempat: 

Ballroom Wisma Proklamasi, Jalan Proklamasi No. 41 Jakarta

Pembicara:

  1. Ari A. Perdana, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K);
  2. I. Kadek Dian Sutrisna Artha, Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Moderator: Ulil Abshar Abdalla, Associate Freedom Indonesia


Penyelenggara:
Freedom Institute bekerjasama dengan Friedrich Naumann Stiftung für die Freiheit (FNF) Indonesia. 



Usai putusan MK pada Kamis, 21/8/2014 lalu, yang menolak gugatan pihak Prabowo-Hatta, Joko Widodo alias Jokowi, dengan resmi telah, berkekuatan hukum memenangkan Pilpres 2014 dan menjadi presiden terpilih untuk masa jabatan 2014-2019. Proficiat!

Pertanyaannya: What next? Tentu saja, publik layak tahu bagaimana kebijakan pemerintahan Jokowi di sektor-sektor strategis yang menentukan masa depan negara kita. Salah satunya ekonomi. Di Amerika, ada “parlance”/ucapan, “It’s economy, stupid.” Pada akhirnya, soal pemerintahan adalah soal bagaimana mengelola ekonomi. Ekonomi morat-marit, suatu pemerintahan pasti langsung tumbang.

Pertanyaan pertama: Apakah pemerintahan Jokowi bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi kita?





Dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden SBY pada 16/8/2014 yang lalu, asumsi pertumbuhan ekonomi dipatok pada angka 5,5-6%. Beberapa pihak melihat, ini asumsi yang pesimis. Sementara itu, dalam debat capres Jokowi mencanangkan pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata 7% per tahun.

Apakah Jokowi bisa memenuhi target itu? Apakah kira-kira yang jadi kendala utama untuk mencapainya? Bagaimana mengatasinya?

Banyak pihak mengatakan, kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain, ada pada pembangunan infrastrukur yang lebih agresif. Pertumbuhan infrastruktur kita masih sangat lambat sehingga mengganggu aktivitas ekonomi secara umum.

Masalahnya, ada beberapa “fiscal constraint” yang dihadapi pemerintahan mendatang jika kita lihat alokasi belanja dalam RAPBN 2015. Alokasi untuk subdisi, terutama untuk energi, mencapai Rp. 433,5 T, sebesar 21% dari total anggaran. Sementara belanja yang disediakan untuk pembangunan infastruktur HANYA sebesar Rp. 210 T, kurang dari separoh belanja subsidi. Ini jelas kendala fiskal yang luar biasa.

Bisakah pemerintahan Jokowi mengatasi kendala ini? kalau bisa, strategi dan programnya bagaimana?



Slide foto-foto selama acara

VIDEO ACARA :



http://www.youtube.com/watch?v=a6QFcyxPDXY



www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: