Senin, 22 September 2014

Diskusi Rumah Kebangsaan “Pilkada dan Menjaga Demokrasi Indonesia”

Diskusi Rumah Kebangsaan
“Pilkada dan Menjaga Demokrasi Indonesia”



Waktu:
Minggu, 21 September 2014 pkl 12.00 – 15.00

Tempat:
Kantor Rumah Kebangsaan Jl. Patimura No 9, Kebayoran Baru. 

Pembicara :
  • Sarwono Kusuma Atmadja, 
  • Ikrar Nusa Bakti - LIPI, 
  • Refly Harun – Pakar Hukum Tata Negara.
Moderator:
Teten Masduki
  ULASAN:

Rumah Kebangsaan mengadakan diskusi mengenai “Pilkada dan Menjaga Demokrasi Indonesia”.
Panja RUU Pilkada mentargetkan pengesahan akan dapat dilakukan pada 25 September 2014. Pembahasan terhadap RUU yang diusulkan oleh pemerintah sejak 2010 ini tergolong cukup alot. 


Salah satunya pokok persoalan yang masih menjadi pembahasan hingga saat ini adalah mengenai pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Terdapat 2 (dua) opsi yang dibahas di dalam Panja, yakni Pilkada dilakukan secara langsung oleh rakyat atau dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 
Usulan tersebut tentu saja menuai respon beragam. Sejumlah kalangan menolak usulan dilakukannya pemilihan kepala daerah oleh DPRD dengan alasan bahwa dengan dilaksanakannya Pilkada oleh DPRD, maka hak konstitusional warga negara untuk memilih pun akan hilang. Usulan tersebut dianggap sebagai sebuah bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia. 
Untuk itu, Rumah Kebangsaan menganggap penting untuk mendiskusikan hal ini dan bersama-sama mencari solusi yang konkrit. 


Berbicara soal pemilihan langsung, Ikrar Nusa mengatakan bahwa dengan memilih langsung, berarti rakyat ikut serta memilih pemimpin mereka. "Dan kalaupun pilihan mereka salah, dari situ mereka bisa belajar, dan menjadi dewasa dalam tinglah laku politik" ujar Ikrar.

Menjawab pertanyaan wartawan soal voting, bagi Ikrar voting terbuka akan menimbulkan problematik. "Seperti yang terjadi pada Lily Wahid dan Effendie Choirie di PKB pada masa lalu" contoh Ikrar.
Tentang e-voting, bagi Ikrar, e-voting itu cepat dan tak ada yang tahu siapa memilih siapa.
Menurut Ikrar, DPR ketakutan DPR pada e-voting bahwa akan terjadi manipulasi angka tidak perlu terjadi. "Karena bagi saya itu tinggal kita mencari orang-orang yang ahli dalam bidang IT, yang kemudian menjadikan sistim itu sulit untuk di-hack" kata Ikrar. "Itu yang disebut sebagai ISO 2701" lanjutnya.

Sementara menurut Refli Harun, sejak jaman BPUPKI dulu, yang terjadi kalau bukan musyawarah mufakat, ya voting.
Bahkan menurut Refli, jaman Orde Baru dulu, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan suara terbanyak, bukan musyawarah mufakat atau voting. 
Menurut Refli, MPR adalah "penjelmaan rakyat". Karena itu MPR memiliki kewenangan memiliki kewenangan rakyat.
"Dan kewenangan memilih pemimpin rakyat tidak diberikan pada lembaga perwakilan rakyat. Tetapi pada lembaga penjelmaan rakyat, ujar Refli. 



Slide foto-foto selama acara



VIDEO ACARA :




https://www.youtube.com/watch?v=KxhA9YZ6AvQ


www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: