Rabu, 24 September 2014

Seminar Strategi Hilirisasi dan Masa Depan Sektor Pertambangan

Seminar 
Strategi Hilirisasi 
dan Masa Depan 
Sektor Pertambangan

Waktu: 
Selasa, 23 September 2014, 09.00 - 13.00 WIB.

Tempat:
Auditorium Adhiyana, Wisma Antara,
Jl.Merdeka Selatan No.17 Jakarta 10110.  

Sambutan: 
Fadel Muhammad - pendiri Warta Ekonomi.

Keynote Speaker: 

R Sukhyar, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM. www.minerba.esdm.go.id

Panelis:

  1. Hanung Harimba Rahman (Direktur Perencanaan Bidang Industri Agribisnis dan Sumber Daya Alam);
  2. Poltak Sitanggang (Ketua APEMINDO);
  3. Sri Widiyantoro (Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB) diwakili Arjo Prawoto Wibowo, M.Eng, Ketua Prodi S2 dan S3 Teknik Pertambangan FTTM-ITB.

Moderator: Muhamad Ihsan (Pemimpin Redaksi Warta Ekonomi)
 


ULASAN:  
Muhammad Yazid-Harian Kontan

Tiga hambatan program hilirisasi mineral

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui masih banyak kendala dan tantangan yang dapat menghambat program hilirisasi mineral. Akibatnya, sejumlah proyek pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) masih sulit terlaksana.

Pertama, kebijakan fiskal yang belum mampu mendorong pengusaha untuk berinvestasi di Tanah Air. "Fiskal yang berlaku di Indonesia cukup aneh juga, misalnya pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN)," kata Raden Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM saat berbicara di seminar strategi hilirisasi dan masa depan sektor pertambangan, Selasa (23/9).

Dia mencontohkan, pabrik pengolahan anode slime yang sedang dibangun PT Aneka Tambang akan sulit dioperasikan lantaran terkena kewajiban PPN 10%. Sukhyar bilang, karena itu Antam tidak akan bisa membeli anode slime dari PT Smelting karena tidak ekonomis, namun ketika anode slime diekspor malah tidak terkena PPN.

Kedua, keterbatasan infrastruktur. Sukhyar mengakui, banyak investor yang mengurungkan niatnya membangun smelter karena tidak adanya akses jalan, listrik maupun pelabuhan. "Tapi, kami akan upayakan untuk mempercepat penyediaan sumber energi listrik," ujar Sukhyar.





Ketiga, masih tumpang tindihnya kebijakan antar daerah yang kontraproduktif. Menurut Sukhyar, selama ini daerah penghasil energi dan penghasil tambang kurang mampu bersinergi dalam menyukseskan program pembangunan smelter.

Misalnya saja, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Poso 3 di Sulawesi Tengah yang memiliki kapasitas 300 megawatt (MW). "Pembangkit ini tidak bisa dimanfatkan untuk smelter, karena pemda setempat meminta pabriknya dibangun di daerah sekitar, ini kan mengganggu perjanjian bisnis antar pengusaha," imbuhnya.


Slide foto-foto selama acara


Siaran Pers:

klik gambar untuk memperbesar




www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: