Kamis, 21 April 2016

Perlukah Mencari Lawan Ahok ? "Karena Engga Ada Lawan, Engga Ada Pilkada..."

Perlukah Mencari Lawan Ahok ?
"Karena Engga Ada Lawan,
Engga Ada Pilkada"



Waktu :
Rabu, 20 April 2016

Tempat :
Teler 77, Jl. Adtyawarman No 61, Jakarta Selatan

Pembicara
  • Prof. DR. Syamsuddin Haris MSi (Kapuslit Politik LIPI)
  • Don Bosco Salamun (Pemred Berita Satu)
  • DR. Gun Gun Heryanto, MSi. (Direktur The Political Literacy Institute/ Dosen UIN Jakarta)

Moderator :
Iman Brotoseno

Host :
Sinyal Sosial (A Data Company for Better Democracy)

Co-Organiser :
Ayo Vote


Ulasan Redaksi :

Prof. DR. Syamsuddin Haris MSi
Fenomena Ahok ini unik. Semula diusung parpol kemudian mundur dari parpol.2017 Ahok maju sebagai calon perseorangan. Parpol panik karena tidak punya kandidat untuk menyaingi Ahok. PDIP bukannya mengajukan calon internalnya tapi mengundang calon dari luar parpolnya. Saat ini tidak ada kandidat yang mampu menyaingi Ahok. Apa yang dilakukan parpol itu sia-sia, Ahok dianggap sebagai musuh bersama. Parpol tidak punya imajinasi untuk menyaingi Ahok.
Momentum Pilkada DKI Jakarta sebagai pengadilan politik;  selama ini memakai topeng yang sudah menyimpang. Kepentingan Jokowi dari kesuksesan Ahok tidak terbantah. Jokowi dan Ahok orientasi kerjanya sama. Bukan bahasa bunga; bukan bahasa topeng (maju untuk kemaslahatan masyarakat). Kasus RS Sumber Waras tidak signifikan berpengaruh terhadap elektabilitas Ahok. Kalau Ahok tidak lolos di Pilkada adalah bencana politik.

DR. Gun Gun Heryanto, MSi.
Jakarta role model. Tidak cukup modal popularitas dan elektabilitas.
Parpol sampai saat ini belum berhasil memunculkan kandidat :
1. Biaya pertarungan
2. Benefit kekuasaan.
3. Probalitas perolehan suara
Gejala Teman Ahok melalui kanal sosial media, sebagai bentuk kegelisahan masyarakat, dan sekaligus kritik masyarakat terhadap parpol.Inisiatif warga Itu bukan deparpolisasi.
Ada 3 hal tentang kandidat :
1. Figur
2. Visi
3. Program
Isu sara tidak berpengaruh di DKI. Kelompok pemilih rasional akan menarik masyarakat untuk ikut.
Ada empat pihak dalam Pilkada DKI :
1. Ahok Perseorangan
2. PDIP
3. Gerindra berpotensi bisa mengajukan calon
4. Parpol papan tengah lain yang dijadikan bargaining politik, misalnya partai Demokrat; Golkar; PPP.
Sampai hari ini belum ada calon lain untuk menyaingi Ahok. Ego sektoral sangat tinggi sehingga sulit bersatu untuk bekerja sama. Mengawal rasionalitas Pilkada.Parpol kini cenderung oligarki, feodal dan transaksional. Pemimpin politik terbentuk melalui proses yang panjang tidak bisa instant.

Don Bosco Salamun
Pada umumnya warga akan melihat pemimpin yang berbuat. Ekspetasi publik semakin bertambah. Prinsip Ahok, kerja kerja kerja, omong omong omong. You deliver apa untuk publik? Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat. Harapan yang bisa diwujudkan Ahok misalnya Proyek MRT, revitalisasi Jembatan Semanggi. Melampaui karakter seseorang. Karakter tidak relevan sebagai calon. Banyak yang lebih sopan/santun tapi masih harapan. Sedang Ahok sudah ada bukti dikerjakan. Ridwan Kamil dan Tri Rismaharini yang bisa menandingi Ahok.
Media mainstream relatif masih logis/sopan tidak seperti di media sosial yang ekstrim. Isu reklamasi dan RS Sumber Waras di media mainstream diberitakan secara seimbang. Tempo lah media yang pertama skeptis terhadap hasil audit BPK DKI tentang RS Sumber Waras. Warga DKI sudah rasional, tidak bisa dimanipulasi. Yang penting ada hasil kerjanya.

Slide foto - foto selama acara


NOMagz.com

Tidak ada komentar: