Kamis, 25 Februari 2016

KAJIAN DIALOGIS MENGKRITISI PEMBANGUNAN JAKARTA "Tinjauan Kritis Sisi Kebudayaan & Humanisme"

KAJIAN DIALOGIS
"MENGKRITISI PEMBANGUNAN JAKARTA"
"Tinjauan Kritis
Sisi Kebudayaan & Humanisme"


Waktu :
Rabu, 24 Pebruari 2016

Tempat :
Warung Komando, Jl. Dr. Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan

Pembicara :
  • Eko H. Purnomo (Anggota DPR RI)
  • JJ. Rizal (Sejarawan/Budayawan)
  • M Idrus (Tokoh Masy. Jakarta)
  • Bambang Kusumanto (Anggota DPRD DKI )

Penyelenggara :
DPW BM PAN DKI Jakarta
( Satria Chaniago - ketua)



Ulasan redaksi

JJ. Rizal
Sejak 2004 punya percetakan yang menerbitkan buku-buku sejarah Indonesia dan sejarah lokal (termasuk Jakarta). Dalam sejarah panjang Jakarta bukan melanjutkan yang baik-baik tapi melanjutkan yang buruk-buruk. Misal Batavia hanya dikembangkan untuk para aristokrat (kelas atas).
Dalam 6 bulan terakhir Pemda DKI melakukan penggusuran yang tidak manusiawi. Dengan alasan untuk penanggulangan banjir dan ruang terbuka hijau. Padahal mereka korban banjir. Banjir akibat eksternal dari perubahan ekosistem hulu sungai. Resapan sungai berkurang. Di Depok banyak setu yang menghilang. Jadi banjir kiriman. Harusnya pemerintah DKI menjalin kerja sama dengan kepala daerah Bekasi, Bogor. Penurunan permukaan air tanah akibat pembangunan yang berlebihanan.
Pembangunan menguntungkan aristokrasi uang dan aristokrasi politik. Wong cilik tidak punya tempat. MH Thamrin di awal abad XX berusaha menanggulangi banjir. Herman van Brind pembangunan banjir kanal barat; untuk mengatasi banjir sekitar Menteng. Pendekatan non infrastruktur yakni dengan menampung air hujan. Dengan membangun giant sea wall dan reklamasi ibarat kanker diobati dengan obat panu. Normalisasi kali tapi yang dilakukan betonisasi kali. Di Jepang justru betonnya dicabut untuk memperbanyak penyerapan air. Persoalan Jakarta harus diatasi dengan melibatkan partisipasi publik; yang memanusiakan manusia. Jakarta hanya dibangun untuk kepentingan elit; yang menganggap Jakarta hanya sebagai tempat mencari uang. Bukan menganggap Jakarta sebagai kampung halaman yang harus kita jaga bersama.
Reklamasi pulau-pulau Jakarta bukan solusi tapi berpotensi menimbulkan bencana ekologi. Hutan bakau yang dibabat di PIK juga menyebabkan air jernih berbau tak sedap. Elang Bondol yang dulu terlihat di Muara Karang pindah ke Pulau Rambut. Jakarta bermula kota bandar dengan reklamasi 17 pulau akan merusak pulau Onrust yang bersejarah.

Mohammad Idrus
Bank DKI termarginalkan, justru bank-bank swasta yang dominan di Jakarta. Pajak kendaraan bermotor dan Pajak Bumi dan Bangunan di DKI dinaikkan taripnya. Indek Gini Jakarta 0,43 artinya kesenjangan pendapatan meningkat.
3 butir penting, yaitu
1.Harusnya Jakarta mengutamakan pembangunan sumber daya manusia yang kompeten; yang bisa menginspirasi.
2. Pembangunan infrastruktur bukan hanya fisik tapi juga ekonomi kerakyatan. Bank DKI justru paling tidak berkembang, harusnya menjadi akselerator pembangunan di Jakarta. Misal mendukung start-up company. Toleransi hanya riuh di hari raya, seharusnya ada toleransi pembangunan. Persiapan kita menghadapi MEA dan AFTA kurang.
2. Lingkungan kita terabaikan. Harusnya mengutamakan kesinambungan/berkelanjutan yang tidak semata-mata bergantung uang tapi juga melibatkan masyarakat. Terjadi diskriminasi sosial di Jakarta. Misal sulit mencari mesjid di Pantai Indah Kapuk.

Dr. Bambang Kusumanto
Pembangunan seolah hanya fly over, rusunawa, gedung; harusnya mengutamakan manusia dan kebaikan manusianya. Ada 12 butir prioritas pembangunan, antara lain bebas dari banjir; ketersediaan hunian dan ruang publik yang layak; pemerintah yang bersih; pemberdayaan budaya masyarakat; mewujudkan Jakarta sebagai kota modern. Relevansi dan benefitnya untuk kita sebagai warga apa?. Keterlibatan masyarakat minim. Harusnya memberikan akses kepada masyarakat. Jakarta mengutamakan pembangunan fisik belaka. Penyusunan anggaran DKI tidak berbasis kinerja meski E-budgeting. Sisa anggaran 2015 DKI RP 8 T

Eko H. Purnomo
Peradaban terkait pengetahuan; teknologi; budaya. Kita cenderung menggunakan bahasa asing, harusnya memperhatikan estetika dan etika; pemimpin yang baik tutur katanya baik. Ibukota negara dari 6 tuntutannya sebagai kota budaya dan pariwisata. Kita belum bisa antri dan membuang sampah sembarangan. Sikap saling toleransi, ewuh pakewuh, mau berbagi, gotong royong perlu dibudayakan. Banjir, macet akibat SDM yang belum sempurna. Komunitas baik bagi warga Jakarta. Kini tidak ada lagi Gelanggang Remaja, Festival Istiqlal. Pemimpin Jakarta harus mempunyai jiwa seni dan budaya juga.

NOmAgz.com

.

Tidak ada komentar: