Selasa, 03 November 2015

Konferensi Indonesia-Jerman tentang Pluralisme "Agama, Negara dan Masyarakat di Abad ke-21"

Konferensi
Indonesia-Jerman
tentang Pluralisme

"Agama, Negara dan Masyarakat
di Abad ke-21"


Waktu : 
Senin, 2 Nopember 2015

Tempat :
Goethe Haus. Jl. Sam Ratulangi 9-15, Jakarta

Panelis I


  • Bambang Iriani Djajaatmadja, SH, LLM, (Kemenhukham) 
  • Markus Loning (Vice President of Liberal International, mantan Federal Government Commisioner for Human Rights Policy) 
  • Siti Ruhaini Dzuhayatin (UIN Jogjakarta)
  • Prof. Franz Magnis Suseno (STF Driyarkara) 
  • Prof. Dawan Rahardjo, LSAF

ULASAN :

Bambang Iriani Djajaatmadja, SH, LLM
Psl 28E UUD Perlindungan dan Kebebasan Beragama. Tidak dikenal Perda Syariah, yang ada ada Perda (30%), 70% menyangkut akhlak. Perda Syariah isinya tidak mengatur agama tapi hal-hal umum. Yang jadi persoalan adalah implementasinya. Peraturan Bersama Menteri 2006 pembangunan rumah ibadah dari segi hukum sudah jelas. Tapi pelaksaannya saja yang bermasalah. 

Markus Loning
Hukum jerman ketinggalan jaman karena dibuat 30 tahun lalu. Contoh pernikahan antar Katolik dengan Kristen tidak mungkin. Penodaan agama belum diatur. 

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Moral punishment oleh masyarakat bisa lebih berat. Controling women in a simple way 
Prof. Franz Magnis Suseno (STF Driyarkara). Pancasila ada sila Ketuhanan tapi Imdonesia bukan negara agama. Ahmadiah dan Syiah menjadi sasaran. Memberlakukan Qanun Jinnayat kepada non muslim di Aceh perlu dicegah dan pemerintah pusat perlu turun tangan untuk mencegahnya. Perlu menghindari tindak kekerasan beralasan agama. Masalah seberapa berani negara menegakkan hukum. Negara harus melindungi minoritas. 

Prof. Dawan Rahardjo
Arti kebebasan beragama secara lingkungan. Demokrasi liberal. Indonesia negara sekuler. Freedom of Expression. Mayoritas Suni menerapkan khilafah. UUD menjamin kebebasan beragama, tapi dalam prakteknya ada ketidak bebasan. 




Panelis II

  • Endy Bayuni (Senior Editor, Jakarta Post) 
  • Andy Budiman (Serikat Jurnalis untuk Keberagaman /SEJUK) 
  • Martin Ramstedt (Max Planck Institute fur ethnologie Halle) 
  • Achmad Uzair Fauzan (UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta) 

ULASAN :

Andy Budiman
Isu tanggung jawab media bukan isu yang terpenting? Memelihara dan membela orang-orang yang akan membela agama lebih penting. Kebebasan ekspresi tidak berarti media tidak boleh mengkritik hal-hal yang dianggap suci oleh agama. Masyarakat Indonesia cenderung tidak memilih partai Islam. Apakah anda setuju rumah tinggal dekat kaum Syiah ? Apakah anda bisa menerima LGBT? Islam belum mengalami reformasi. Keberadaan UU yang membatasi dan merupakan ancaman bagi kebebasan berekspresi; tapi digunakan aparat untuk represi. Masyarakat kita bersikap selektif demokrat, yang mendukung hal-hal yang sesuai dengan aspirasinya. Mereka mendukung Pemilu, mendukung kebebasan pers. 


Panelis III


  • Mubarok Tolchach (Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Kementerian Agama)
  • Faruk Tuncer (Forum Muslimmischet Stipendiatinnen & Stipendiaten)
  • Siti Musdah Mulia (Nahdatul Ulama)
  • Judith Schlehe (Albert Ludwigs - University Freiburg)

Yang sulit masuk kategori agama atau kepercayaan. Untuk kepercayaan dilayani Kemendikbud. 

ULASAN :

Mubarok Tolchach
Secara sistem sudah bagus cara negara mengatur kebebasan beragama. Ada 6 agama yang diakui oleh negara dan yang belum diakui negara juga dijamin keberadaannya oleh negara. 
Pemerintah harus bergerak berdasar aturan :
 1. Tidak semua WNI tahu UUD 
2. Pengelompokan tempat tinggal berdasarkan agama, dan tidak saling mengetahui agama lain. 
3. Pengaturan yang saling bertabrakan. Perumpamaan murid Khong Hu Cu 3x8 = berapa ?

Siti Musdah Mulia
Bangga sebagai warga Indonesia. Karena founding father mengakui adanya pluralisme. Bagaimana Kementerian Agama menjadikan agama sebagai pemersatu. Indikator sukses adalah spiritualitas, misal dalam wujud tidak ada korupsi. Perberdayaan komunitas semua WNI termasuk 400 agama lokal. Perlindungan berpijak Pancasila dan UU. 
Ada 4 penyebab intoleransi agama 
1. Faktor budaya yang cenderung mendiskriminasi/intoleran. 
2. Faktor struktural ada 400 regulasi yang mengekang. 
3. Faktor teologis. NU cenderung konservatif dan tidak moderat. 
4. Faktor politik. Agama dijadikan jualan dalam Pemilu. 

Judith Schlehe
Bicara minoritas ini soal kategori. Di Jerman situasinya sama maksudnya tidak jelas mereka ini Katolik atau Kristen tapi campuran (Generalisme). Konsep agama masih terkait pemerintah yakni Pancasila dan 6 agama resmi yang diakui. Praktek kepercayaan Ratu Roro Kidul. Praktek kepercayaan dilakukan oleh semua umat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Paranormal juga salah satu praktek di Indonesia. 

Diskusi Panel
Tingkat Tinggi



Moderator :
Moritz Kleine-Brockhoff (Friedrich Maumann Stiftung fur die Freiheit/FNF) 

Panelis :
  • Eva Sundari (PDIP, Anggota DPR RI) 
  • Prof. Fritz Schulze (Univ. Gottingen) 
  • Markus Loning (Vice President of Liberal International, mantan Federal Government Commisioner for Human Rights Policy) 
  • Prof. Azyumardi Azra (UIN Jakarta)

ULASAN :

Prof. Azyumardi Azra (UIN Jakarta)
Tidak ada pilihan kecuali demokrasi dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Kalau di Timur Tengah ada state terorism dan social terorism. Lag of sensitivity menyebabkan intoleransi beragama. Perayaan Asura dilarang di Bogor sebab hanya 4 keluarga, tapi mau mendatangkan banyak habib dari luar Bogor. Yang terjadi perselisihan antar habib Syiah dan habib non-Syiah. NU dan Muhammadiyah sebagai major mainstream diharap bersikap; jangan berdiam diri. 
Beliau pernah menolak calon mahasisiwi dari Saudi Arabia yang ingin tetap memakai burka saat kuliah di UIN. Karena memakai burka bukan kebiasaan di Indonesia. Dia menganjurkan cukup pakai jilbab saja.

Slide foto-foto selama acara


Slide Noorhaidi Hasan :

klik gambar untuk memperbesar








www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: