Selasa, 08 Desember 2015

Screening and Discussion "TIMBUKTU"

Screening and Discussion
"TIMBUKTU"


Waktu :

Waktu : 7 Desember 2015

Tempat :
Erasmus Huis, Jakarta 


Narasumber : 
  1. Dr. Abdurrahman M. Fachir (Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia)
  2. Prof. Dr. HM Machasin, MA (Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islami Kementerian Agama Negeri Republik Indonesia) 

Facilitator : 
Bpk. Rafendi Djamin (Wakil Indonesia untuk Komisi Antar Pemerintah ASEAN untuk HAM (AICHR)) 


Dalam perayaan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional (10 Desember), Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Republik Indonesia, YM. Rob Swartbol, serta Wakil Indonesia untuk Komisi Antar Pemerintah ASEAN untuk HAM (AICHR), Bpk. Rafendi Djamin, mengundang anda pada pemutaran film Timbuktu yang akan diikuti langsung oleh Diskusi Publik ke-5 dengan tema Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan serta Tantangan Intoleransi diASEAN. 

Prof. Dr. HM Machasin, MA 
Pada umumnya orang indonesia toleran. Ketika Indonesia merdeka, keinginan membuat Indonesia menjadi negara islam bisa diganti menjadi negara nasional tanpa keributan berarti, dengan diganti nya 7 kata dari piagam jakarta. Untuk Indonesia, yang bisa menjaga toleransi adalah negara Pancasila. UUD boleh diamandemen, tapi pembukaan tidak boleh diubah2. 

Dr. Abdurrahman M. Fachir 
Menyikapi aksi2 teror yang dipersepsikan sebagai radikalisasi agama. "Kita lahir sebagai pluralis, "katanya. "Misalnya bahasa nasional yang tidak menggunakan bahasa jawa yang jumlahnya lebih banyak. jadi tahun 1928 bangsa kita sudah cair sebagai bangsa. Ini harus dipahami anak2 muda." Konstitusi Indonesia adalah yang paling detil mengenai human right. Tidak ada negara lain seperti itu. Kita juga punya kearifan lokal yang harus kita jaga. Kita harus memastikan itu tetap berlanjut. Tanpa menutupi kasus 2 yang ada seperti di Cikesik, atau Sampang, tapi itu tidak menggambarkan Indonesia keseluruhan. Fachir berpesan agar mengisi pesan 2 positif dalam menggunakan media sosial. 

Slide foto-foto selama acara


In celebration of 
International Human Rights Day 2015: 
"Timbuktu" Film Screening and Public Discussion 
on "Freedom of Religion and Beliefs 
and the Challenge of Intolerance in ASEAN 

Organised by the Representative of Indonesia to the ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) and the Embassy of the Kingdom of the Netherlands 



Press Release :


On the occasion of the International Human Rights Day 2015, which falls on 10 December, the Representative of Indonesia to AICHR in collaboration with the Embassy of the Kingdom of the Netherlands, are pleased to be conducting the 5th Public Discussion on Human Rights in ASEAN. which shall be preceded by the screening of Timbuktu. The event will be held on Monday 7 December 2015 starting at is 15.00 hours.

'Timbuktu is a film that deals with an increasingly topical issue, namely religious extremism. The story follows the ure of Kidane and his family living peacefuly in the dunes outside of Timbuktu, Mali. The city is in the hands of religious fundamentalists. Piaying music, laughing, smoking and even football are forbidden. Women, too, are deprived of their rights and every day an improvised tribunal renders absurd and tragic judgments The lives of Kidane and his family changes radicaly when Kidane accidentally kills the fisherman Amadou The fate of Kidane is now in the hands of the jihadists and their laws.

French-Mauritanian director Abderrahmane sensaka based Tin buktv on a true story 2012, when Al Qaeda fighters stoned parents of two children to death on the basis that the saa parents were not married. Nevertheless, the film s not a furious pamphlet but a beautiful shot, poetic and touching plea for understanding. The film won several amongst which "Most Valuable Movie of the Year" at the Cinema for Peace 201s, and a nomination for Best Foreign Language Farm at the 2015 Academy Awards

The screening of the film will subsequently be to followed by the 5th and last chapter of a series of public discussion and and debates that have been organised on human rights in ASEAN. HE, Dr. Abdurrahman M. Fachir, Vice Minister for Foreign Affairs of indonesia as the Honourable Guest Speaker, and Prof. Dr. H. M. Machasin, MA, Director General Islamic Community Guidance Ministry of Reigious Affairs of the Republic of Indonesia, will provide their views on freedom of religion and of intolerance, and the role of interfaith dialogue in the promotion and protection of freedom of religion and beliefs. The Discussion will be conducted in Bahasa Indonesia.  An interpreter and translation devices for Indonesia- English will be provided for non-Indonesian speaking participants.

Freedom of religion is a core value that is protected a tide ts of the Universal Declaration of Human Rights, which states that, "Everyone has the right to the freedom of thought, consciences and religion". ASEAN further reaffirmed freedom of religion and beliefs in Article 22 of the ASEAN Human Rights Declaration (AHRD, adopted in 2012) stating that, "Every person has the night to freedom of thought, conscience and religion. A forms of intolerance, discrimination and incitement or hatred based on religion and beliefs shall be eliminated." 

Nevertheless, religious freedom is increasingly under pressure, not just in ASEAN, but worldwide especially in relation to topics such as the freedom of expression, religious fundamentalism and the rights of minorities. The objective of this Public Discussion are to increase awareness, generate inputs from stakeholders and provide relevant stakeholders a platform for dialogue to discuss freedom of religion and beliefs within ASEAN.
Siaran Pers :


Pada kesempatan Hari Internasional Hak Asasi Manusia 2015, yang jatuh pada tanggal 10 Desember, Perwakilan Indonesia untuk AICHR bekerja sama dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, melakukan Diskusi Umum kelima tentang Hak Asasi Manusia di ASEAN yang didahului dengan pemutaran Timbuktu. Acara akan diadakan pada hari Senin, 7 Desember 2015 mulai pukul 15.00. 

Timbuktu adalah sebuah film yang berhubungan dengan isu yang semakin topikal, ekstremisme yaitu agama. Cerita tentang Kidane dan keluarganya yang tinggal dengan damai di bukit pasir di luar Timbuktu, Mali. Kota ini di tangan fundamentalis agama. Musik, bermain, tertawa, merokok dan bahkan sepak bola dilarang. Perempuan juga dirampas hak-hak mereka dan setiap hari pengadilan improvisasi membuat penilaian absurd dan tragis. Kehidupan Kidane dan keluarganya berubah radikal ekstrem ketika Kidane sengaja membunuh nelayan Amadou. Nasib Kidane sekarang di tangan para jihadis dan hukum mereka. 

Direktur Perancis-Mauritania Abderrahmane membuat Timbuktu berdasarkan kisah nyata 2012, ketika pejuang Al Qaeda dirajam orang tua dari dua anak mati atas dasar bahwa orang tua mereka tidak menikah. Namun demikian, film ini sangat puitis dan indah bila dipahami. Film ini memenangkan beberapa di antara "Film of the Year" di Cinema for Peace 2015, dan nominasi untuk "Best Foreign Language Film" di Academy Awards 2015.

Pemutaran film diikuti bab terakhir dari seri terakhir dan perdebatan yang telah diselenggarakan pada hak asasi manusia di ASEAN. Dr. Abdurrahman M. Fachir, Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia sebagai Saudara Guest Speaker, dan Prof. Dr. HM Machasin, MA, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islami Kementerian Agama Negeri Republik Indonesia, akan memberikan mereka pandangan tentang kebebasan beragama dan intoleransi, dan peran dialog antaragama dalam promosi dan perlindungan kebebasan beragama dan kepercayaan. Diskusi akan dilakukan dalam Bahasa Indonesia. Disediakan interpreter dan terjemahan untuk Indonesia-English untuk peserta non-Indonesia.

Kebebasan berbicara dilindungi Aeticle 18 dari declaration universal HAM, yang menyatakan bahwa, "Setiap orang memiliki kebebasan berpikir, dan beragama ". Mengacu Artice 22 dari Deklarasi HAM ASEAN (AHRD, diadopsi pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa," Setiap orang memiliki kebebasan berpikir dan beragama. Segala bentuk intolerasi, diskriminasi atau kebencian berdasarkan agama harus dihilangkan. "

Namun demikian, kebebasan beragama di seluruh dunia semakin di bawah tekanan, tidak hanya di ASEAN, tetapi terutama dalam kaitannya dengan topik-topik seperti kebebasan berekspresi , fundamentalisme agama dan hak-hak minoritas. Tujuan ini Discussion Umum adalah untuk meningkatkan kesadaran, menghasilkan masukan dari para pemangku kepentingan dan memberikan pemahaman untuk dialog untuk membahas kebebasan beragama dan kepercayaan dalam ASEAN. 



www.NOMagz.com

1 komentar:

supangkat mengatakan...

mantab nih bukunya.. makasih sharenya min..