Minggu, 21 Agustus 2016

Diskusi "Bahas Segera RUU Penyelenggaraan Pemilu untuk Menyelamatkan Pemilu Serentak 2019”

Diskusi
“Bahas Segera RUU Penyelenggaraan Pemilu
untuk Menyelamatkan Pemilu Serentak 2019”



Waktu :
Jumat, 19 Agustus 2016

Tempat:
Kedai Dua Nyonya,
Jalan Cikini Raya No. 27, Jakarta Pusat

Pemerintah dan DPR belum juga memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU) untuk Pemilu 2019. Padahal, akan banyak even-even politik (Pilkada) dan pergantiaan anggota KPU dan Bawaslu yang pastinya akan semakin mempersempit waktu pembahasan.
Pemerintah dan DPR mesti ingat, bahwa akan ada implikasi luar biasa jika RUU ini telat dibahas, dan mepetnya selesai pembahasan dengan tahapan Pemilu 2019 yang akan dimulai pertengahan 2017.

Narasumber :
  • Prof. Syamsuddin Haris (Profesor Riset LIPI)
  • Khorunnisa Agustyati (Perludem)
  • Ahmad Hanafi (Indonesia Parliamentary Center)
  • Veri Junaidi (KoDe Inisiatif)
  • Sulastio (LSPP)
  • Donal Fariz (ICW).

Penyelenggara :
Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu 


Ulasan Redaksi :

Khorunnisa Agustyati (Perludem)
Pembahasan UU Pemilu 2004 selesai 13 bulan. Penyelenggara Pemilu tidak punya waktu yang cukup untuk mempelajari dan mempersiapkan Pemilu. Idealnya 30 bulan sebelum Pemilu Serentak sudah ada UU nya. Meski sudah masuk prolegnas belum ada drafnya. Belum ada forum khusus, tapi hanya ada debat di media. Banyak agenda-agenda Politik yakni, Oktober 2016 rekruitment KPU. Pebruari 2017 Pilkada serentak. April 2018 penyelenggara Pilkada. Reses-reses DPR (September dan Desember). Waktunya sempit dan singkat. Khususnya bagi pemerintah perlu menyerahkan drafnya kepada DPR.

Ray Rangkuti (Lima)
Aspek ekonomi yang menjadi perhatian pemerintahan Jokowi. Penguatan demokrasi tidk terlihat. Misalnya melibatkan militer dalam pengamanan. Politik isu yang ditanggapi, tidak ada sistem. Imbauan kepada presiden untuk melakukan penguatan demokrasi.Soal kewajiban KPU untuk konsultasi ke DPR dalam membuat PKPU tidak/kurang aplikatif.
Perubahan teknis yang aplikatif pelaksanaannya dipaksakan. Berikan waktu yang cukup kepada KPU dan publik. Termasuk soal dapil, tata cara pengambilan suara. Lebih aman tidak direvisi kalau melihat sempitnya waktu. Tapi melihat perkembangan sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi perlu ada revisi UU Pelaksanaan Pemilu.

Ahmad Hanafi (Indonesia Parliamentary Center)
Karena Parpol belum selesai mengevaluasi Pilkada sebelumnya, sehingga ragu memilih proporsional terbuka atau proporsional tertutup. UU Pemilu ini mengurus masalah hulu politik. Titik krusial DPR berkualitas ada di pencalonan dan Dapil. UU Pemilu perlu mengakomodasi Representasi perempuan, suku minoritas, suku terasing.
Ada 2 kecenderungan menguatirkan; pembahasannya cepat (seperti UU Tax Amnesty); pembahasannya tertutup. Banyak dilakukan di hotel-hotel. Pertaruhan untuk demokrasi.


Dewi Komalasari (KPI)
Pertahankan Proporsional terbuka, agar kesempatan perempuan maju tetap terbuka dan tingkat keterpilihannya meningkat. Berharap UU yang dihasilkan baik.Berharap UU Pemilu yang baru bisa bertahan lama masa berlakunya.Jangan ditanda tangani di saat dead line. Presiden jangan merespon hal individu seperti Arcandra Tahar dan Gloria Natapraja Hamel; tapi memikirkan masalah berskala global dan nasional.
DPR jangan hanya menunggu draf UU Pemilu tapi perlu proaktif untuk mengingatkan pemerintah. Kalau perlu membentuk Pansus untuk membahas UU Pemilu. Anggota DPR perempuan disayangkan tidak banyak di Komisi II DPR yang berwenang membahas UU Pemilu ini.

Benny
Taat asas, tertib melaksanakan pemerintahan. Jangan sampai pelaksanaan pemilu ala kadarnya.Pasal 5 UU No. 11/2012 sebuah UU harus taat asas. Miskin sosialisasi. Masih akan perdebatan teknik. UU Pemilu Serentak perlu segera disahkan. Asas kesesuaian/harmonisasi. Kalau berlarut-larut bisa berbahaya dan jauh dari harapan. Pemilu yang demokratis dan sekaligus implementatif. Presiden jangan lalai. Jangan sampai ada gugatan di 2018. Tugas DPR mengingatkan presiden dan memanggil pemerintah dalam membuat UU Pemilu Serentak.

Sulastio (LSPP)
Sudah mendatangi KSP dan Kemendagri untuk mengingatkan. Janji Nawacita 2 menyangkut soal demokrasi. Taruhan bagi presiden dan DPR.Dari Prolegnas 44 RUU baru selesai 11 UU. Kali pertama kita menyelenggarakan Pemilu Serentak. Selalu rawan konflik kepentingan. Karena anggota DPR juga mewakili partai.
Jangan sampai ada politik dagang sapi. Waktu yang panjang dan longgar akan memberikan kesempatan bagi publik membahasnya. Memberi kesempatan kepada Bawaslu dan KPU untuk menyiapkan Pemilu dengan baik.



.

Tidak ada komentar: