Minggu, 31 Januari 2016

Diskusi POLEMIK "Mencari Sang Pembunuh"

Diskusi
POLEMIK
"Mencari Sang Pembunuh"

Waktu :
Sabtu, 30 Januari 2016.

Tempat :
WARUNG DAUN,
 Jln. Cikini Raya 26, Jakarta Pusat

Pembicara :
  • Asep Iwan Iriawan (Mantan Hakim)
  • Dewi P. Faeni (Pakar Hypnoterapi)
  • Syailendra (Psikiater)
  • Heru Susetyo (Peneliti Hukum & Pakar Viktimologi)
  • Reza Indragiri Amriel (Psikolog Forensik)

Produser :
Andi Akbar (Sindotrijaya FM) 

Moderator :
Pangeran Ahmad Nurdin (Koran Sindo) 


ULASAN Redaksi : 

Asep Iwan Iriawan 
Penangkapan penahanan hak subjektif penyidik. Orang ditahan/ditangkap belum tentu bersalah. Perbuatan menghilangkan nyawa orang lain. Terjadi kematian karena sianida, masalahnya siapa pelakunya. Pembunuhan tidak langsung yang biasanya dilakukan. Melalui pembuktian di pangadilan. Keterangan saksi dan saksi ahli. Fakta yang mau dibuktikan. Hakim tidak terikat saksi ahli. Yang diadili perbuatannya. Bukan reka-reka. Azas praduga tak bersalah. Tidak dipaksakan. 
Membunuh langsung adalah nekat. Ancamannya 5 tahun. Proses meyakinkan hakim dengan alat bukti. Saksi melihat dan mendengar. Dua alat bukti bersesuaian. Pembuktian alat bukti yang syah. Alat bukti formal material. Persetan dengan alat bukti yang penting di pengadilan. 

Reza Indragiri Amriel 
Sangsi sosial menciptakan penderitaan bagi terduga. Tidak yakin pelakunya Jessica. Dugaan salah sasaran. Antara instrumen kejahatan dan korbannya tidak sebanding. Pelaku rasional akan memperhitungkan mana alat kejahatan yang sebanding. Sianida bukan racun umum. Saking berbahanya hanya bisa dibeli online. Dan harus memberikan identitasnya. Takarannya gila-gilaan, 15 gram saja sudah sangat mematikan. Sangat tidak sebanding. Dugaannya tidak akan terungkap . Ada pelaku, lokasi dan ada korban. 
Tersangka harus kompeten didepan hukum; jika tidak mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa misalnya psikopat, IQ rendah. Kasus ini jangan menyebabkan skeptisme masyarakat karena kurangnya koordinasi internal Polri. Polri perlu mengambil simpati masyarakat. 

Heru Susetyo 
Seperti drama kasusnya. Ada misteri dibaliknya. Teringat kasus Munir sampai sekarang masih misteri. Ada target-target yang diharapkan. Media menimbulkan opini-opini yang mengarah ke jessica. Ini bukan konvensional. Pintar-pintar bodoh pelakunya. Apa tidak ada unsur lain. Semoga bisa mengungkap siapa pelaku sebenarnya. Jangan sampai victimisasi. Jangan sampai mengganggu keadilan dan melanggar HAM. Tidak otomatis tersangka bersalah. 
Jangan energi kita habis di kasus ini. Masih banyak masalah yang harus ditangani. Kita harus adil dan ada masalah lain yang lebih penting yang perlu diselesaikan. Penegak hukum jangan narsis. Batu ujian bagi keadilan di Indonesia. 

Syailendra 
Kasusnya seperti buku Harry Porter. Penampilan Jessica selalu kelihatan tenang. Ketenangan dua sisi bisa karena tidak melakukan atau karena sudah terbiasa melakukan. Proses penyidikan yang berjalan. Keadaan kejiwaannya bagaimana? Perlu pemeriksaan kejiwaan secara komprehensif yang mendalam dan teliti oleh profesional. 

Dewi P. Faeni 
Neurological Language Program digunakan saat diwawancara eye to eye contact. Eye movement cepat menunjukkan nervous. Melihat kanan atas membangun fakta yang tidak sebenarnya. Adanya fatigue, matanya tidak tegas. Awalnya belum terbiasa. Ada perilaku dibawah sadar yang tidak bisa berbohong. Misal ekspresinya, body language. Dugaan Jessica adalah pelakunya. Mata adalah pintu pertama. Cukup ekspresi muka. Tingkat akurasi 62%. 
Saat seorang meninggal apalagi punya kedekatan, harusnya ada empati. Argumentasi bisa dipelajari oleh pelaku untuk bisa 'berakting'. Polisi mempertaruhkan reputasinya. Pelaku biasanya orang yang dekat korban. Fokus pada saksi. Kasus yang sederhana. Jangan apriori. Support secara holistik.


Slide foto-foto selama acara


...

Tidak ada komentar: