Kamis, 07 Januari 2016

Diskusi Publik "Membedah Realisasi APBN-P 2015"

Diskusi Publik
"Membedah Realisasi
APBN-P 2015”


Waktu :

Kamis, 7 Januari 2016

Tempat :
Kedai Tjikini, Jl Raya Cikini No 17, Cikini Menteng Jakarta

Pembicara :
  • Muhammad Misbakhun (Anggota Komisi XI DPR RI) 
  • Prof Dr Hendrawan Supraktino (Anggota Komisi XI DPR RI) 
  • Enny Sri Hartati (Direktur Eksekutif Indef) 

Moderator :
Palupi 

Penyelenggara : 
Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI) 
Ahmad Mewar - Koordinator 

Pemerintah baru saja mengumumkan realisasi pelaksanaan APBN-P 2015, yang merupakan anggaran pertama pemerintahan Presiden Jokowi. Realisasi APBN-P 2015 pun mencatatkan belanja negara sebesar Rp 1.810 triliun dengan belanja modal mencapai Rp 213 triliun, tumbuh 45% dari realisasi tahun 2014. Penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.235,8 triliun, sehingga defisit tercipta 2,8% atau di bawah ketentuan UU Keuangan Negara sebesar 3%. 


ULASAN :

Muhammad Misbakhun 
Pertumbuhan ekonomi 4,7%, inflasi 3,35% di 2015. Lebih baik dari 2014 yang pertumbuhan ekonominya 5,02% dan inflasinya 8,36%. Indikator ekonomi menunjukkan adanya tambahan angka pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia memburuk. Target-target asumsi ekonomi tidak pernah persis tercapai angkanya, jadi tidak bisa berhasil atau gagalnya peme semata-mata berdasar realisasi asumsi ekonomi tersebut. Ekonomi menurun otomatis penerimaan pajak menurun. Pajak yang diterima RP 1055 T suatu prestasi. 91,2% serapan anggaran adalah pencapaian tertinggi. 
Hutang yang bertambah adalah solusi. Warisan penyakit ekonomi struktural sudah mulai dibenahi oleh pemerintahan Jokowi. Terjadi defisit neraca pembayaran dan defisit neraca perdagangan. Di APBN 2016 ada alokasi Bantuan Tunai Bersyarat untuk 16 juta orang miskin. Syaratnya adalah anak keluarga miskin harus bersekolah. Ditargetkan di 2016 ada 120 juta peserta BPJS. 
Kontribusi sektor manufaktur selalu menurun sejak 1998, karena sebagian beralih ke sektor jasa. Nilai A- Ada alokasi APBN RP 2T untuk perbaikan sektor perpajakan. 

Prof Dr Hendrawan Supraktino 
Jangan berpikir tahun depan tidak ada masalah ekonomi. Setiap tahun pemerintah membuat asumsi makro . Rapor merah ada 4 butir, yaitu pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, lifting minyak, lifting gas, Rapor yang biru ada 3 butir, yaitu inflasi OK, tingkat bunga OK, harga minyak OK. Pasar modal IHSG turun, APBN merah, defisit merah, kemiskinan merah, Indeks Gini merah. Yang biru belanja modal pemerintah meningkat. C+ nilainya. 
Dokumen kenegaraan banyak yang tidak tercapai. Common ground jika dibandingkan negara lain tidak jelek-jelak amat. Tiongkok saja hanya tumbuh 6,1%. Ada faktor-faktor yang bisa diterima ada yang tidak. Indonesia masuk dalam BRICSIMT (Brazil, Rusia, India, China, South Afrika, Indonesia, Mexico, Turkey). India suku bunganya 6,75%. Angka kemiskinan batasnya pendapatan RP 340.000/bulan perlu direvisi. Kesenjangan akumulasi asset lebih buruk dari kesenjangan pendapatan. 

Enny Sri Hartati 
Wajar penerimaan pajak meningkat. Target awal penerimaan Pajak naik 39%. Kemudian direvisi RP 1200 T. Penerimaan negara meningkat. Tapi tambahan hutang RP 500T. Target defisit keseimbangan primer RP 66T tapi di Oktober 2015 sudah lebih dari RP 100 T. Tekornya meningkat. Hutang tidak masalah sepanjang produktif. Pertumbuhan hutang 17%, dilain pihak realisasinya penerimaan pajak 2014 RP 9.082T sekarang RP 1.005 T, tumbuhnya dibawah 10%. Persoalannya di refinancing, saat membayar hutang. Contoh Yunani dan Puerti Rico default. Jepang dan USA meski hutangnya lebih dari 100% PDB, tetap tidak masalah. 
Sejak 2012 keseimbangan primer sudah negatif. Inflasi yang rendah disertai daya beli turun. Inflasi pangan tinggi yang menggerus daya beli. Porsi belanja 70% rakyat menengah bawah untuk pangan. Tolok ukur kemiskinan berpendapatan RP 340.000,-/bulan tidak realistis. Tapi jumlah orang miskin bertambah jadi 28 juta orang. 15 juta pengangguran terbuka.. Target ekonomi yang berkaitan dengan kesejahteraan tidak tercapai. SPN meski turun, lending rate tetap tinggi. Harga minyak bukan prestasi pemerintah, tapi faktor luar. 
Komitmen reformasi struktural perlu diapresiasi. Semua target Nawacita tidak tercapai. Misal membangun dari pinggir, meningkatkatkan kesejahteraan, pengangguran meningkat, kemiskinan meningkat, produktivitas menurun. Porsi industri turun dari 24% menjadi 21%. Target penerimaan pajak dan mengurangi hutang tidak tercapai. 
Realisasi Nawacita justru terbalik. Ada perlambatan ekonomi global. Struktur ekonomi berdasar konsumsi dan investasi yang basisnya harga pangan. Stabilisasi harga pangan kuncinya. Harga pangan dalam negeri justru naik. Daya tarik investasi meningkat 37%. Realisasi investasi yang menentukan bukan persetujuan ijin investasi. Evaluasi harus terbuka dan tidak salah. Masyarakat Ekonomi ASEAN juga harus menjadi perhatian. Nilai C-.


Slide foto-foto selama acara



www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: