Rabu, 27 Januari 2016

Skala Survei Indonesia (SSI) "Hasil Pilkada Serentak 2015 & “Evaluasi Hasil Pilkada 2015, Hegemoni Petahana dan Masa Depan Demokrasi Kita”

Skala Survei Indonesia (SSI)
"Hasil Pilkada Serentak 2015
& “Evaluasi Hasil Pilkada 2015,
Hegemoni Petahana dan
Masa Depan Demokrasi Kita”


Waktu :

26 Januari 2016

Tempat :
Gado–Gado Boplo, 
Jl. Gereja Theresia No. 41, Gondangdia, Menteng, Jakarta

Pembicara :
  • Abdul Hakim MS (Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI)
  • Sebastian Salang (Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
  • M. Alfan Alfian (pemerhati politik dari Unversitas Nasional (Unas) 
  • Titi Anggraini (Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi , Perludem)

Moderator : 
Ananda Puja Wandra (idebaru.id)


ULASAN Redaksi :

Abdul Hakim MS
264 wilayah pilkada 9 Desember 2015. Pemilu berikutnya Pebruari 2017 dan Juni 2018. Menjelaskan Metodologi survei; Sampel yang dianalisa; Catatan penting terhadap hasil survei; dan sebagainya. Jumlah DPT di masing-masing wilayah. 60% dibawah 300 ribu. Jumlah pasangan calon yang maju di pilkada 3 pasang yang paling banyak. Wilayah yang menggelar pilkada berdasarkan wilayah. 
Partisipasi pemilih. Demokrasi pilkada ini berjalan baik. Partisipasi pemilih berdasarkan pulau. Jumlah Calon independen 35%. Yang menang 14,4%. Kandidat petahana cenderung terpilih lagi karena sudah dikenal, prestasinya terlihat, punya elektabilitas yang lebih tinggi, Adanya hegemoni petahana ditambah dengan diijinkannya keluarga petahana untuk maju dalam pilkada, maka terjadi politik dinasti di daerah. 

Sebastian Salang
Hasil survei merupakan upaya memahami apa yang terjadi. Penting untuk memberikan bobot pada demokrasi. Untuk mencari yang perlu diperbaiki? Tidak banyak orang bisa membaca data. Surveyorlah yang menyederhanakan sehingga mudah dibaca dan dipahami. 1. UU Pilkada yang menjadi rujukan selalu berubah-ubah. Misal MK mengharuskan calon mundur dari jabatannya sebelum ikut Pilkada. Parpol kelabakan karena tidak siap. Penentuan berdasar hasil survei, yakni petahana yang keterpilihannya tinggi. 
Petahana membawa sumber daya finansial yang besar. 
1. Orang yang menang orang yang berduit. Apakah sistem Pilkada ini kita pertahankan karena berbiaya mahal?.
2. Parpol berlomba mendapatkan calon yang petahana. Apa ada korelasi calon yang akhirnya menang berpengaruh terhadap Pemilihan legeslatif?. Ini hanya kemenangan semu. Calon independen masih sangat kecil peluang kemenangannya. Adanya calon independen sebagai kritik terhadap calon petahana. Hasil pilkada menjadi bahan pelajaran bagi calon yang akan maju di pilkada 2017. Fenomena calon tunggal; semua menang di pilkada 2015. 
Berharap UU pilkada ini diperbaiki. Menceriterakan pengalamannya mencalonkan jadi kepala daerah di Manggarai-Flores; di mana dukungan parpol dialihkan ke calon lain, sehingga beliau membatalkan ikut PiLkada. 


M. Alfan Alfian
Tujuan pemilu serempak adalah untuk efisiensi waktu dan anggaran. Realitanya ada wilayah yang batal ikut pilkada serempak. Permasalahan regulasi penyebabnya. Misalnya calon tunggal yang bisa ikut Pilkada setelah ada putusan MK yang membolehkannya. Tingkat kepesertaan. Effisien bagi KPU tapi tidak bagi peserta Pilkada. Jangan-jangan pemenangnya adalah karena uang. KPU cukup antisipatif. Pengawasan Pemilu masih menjumpai masalah klasik. Partisipasi cukup menggembirakan. Tapi di Medan dan Batam sedikit partisipasinya. 
Apa terkait pragmatisme politik ? Komitmen parpol untuk meningkatkan kualitas demokrasi perlu dipertanyakan. Kandidat dinilai apakah memiliki sumber daya finansial yang besar apa tidak ? Parpol tidak siap dalam pengkaderan calonnya. Enggan mencalonkan kadernya ikut Pilkada kalau calon pesaingnya berat. Parpol jangan berorientasi pragmatisme. Penyelesaian sengketa di MK. Banyak PHP ditolak MK. Berimbas pada jadwal pelantikan. Setuju pelantikan kepala daerah dilakukan bertahap. 
Apakah kepala daerah yang terpilih memang punya kapasitas untuk mempercepat pembangunan wilayahnya? Fenomena terpilihnya calon perempuan mengindikasi masyarakat tidak lagi terjebak isu jender. Meski mayoritas Muslim calon kepala daerah perempuan tidak dipermasalahkan. Usul peraturan kandidat independen diperlonggar. 

Titi Anggraini
Survei bermanfaat untuk evaluasi. Data bukan dalam prosentase tapi jumlah. Fenomena calon tunggal. Kualitas demokrasi tidak semata-mata kepesertaan dalam Pilkada. Parpol belum selesai konsolidasi internal misal Golkar dan PPP, sehingga perolehan suaranya menurun. Usul ada jeda 2 tahun pemilu serentak nasional dengan pemilu Presiden. Presiden tersandera oleh parlemen yang bukan pendukungnya. Ambang batas pencalonan tidak relevan. Karena parpol secara alami dipaksa berkoalisi dengan parpol lain untuk memenangkan calonnya. Calon tunggal tidak terjadi alamiah. Di Inggris ada daerah pemilihan yang selalu calon tunggal, karena suaranya tidak signifikan. Di Indonesia terjadi calon tunggal karena terhambatnya calon lain mengikuti Pilkada. Dukungan 3-6.5% dari jumlah DPD menyulitkan calon. 
Banyaknya pengawas Pilkada, ada Bawaslu, DKPP, Pengadilan, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung. Kampanye dibiayai oleh negara diganti dibiayai oleh calon. MK tidak konsisten, dalam sengketa di Jatim bersedia memeriksa adanya pelanggaran pemilu secara sistematis, masif dan terstruktur tanpa mempermasalahkan selisih suara; kini MK hanya mau menyidangkan PHP (perselisihan hasil pemilu) yang selisih suaranya 0,5%-2%.

 
Slide foto-foto selama acara


...

Tidak ada komentar: