Jumat, 22 Mei 2015

Konferensi Pers Solidaritas Lintas Iman

Konferensi Pers
Solidaritas Lintas Iman

Waktu :
Kamis, 21 Mei 2015

Tempat :
Wahid Institute. Jl. Taman Amir Hamzah 8. Jakarta Pusat



Pengundang :
  • The Wahid Institute
  • ICRP
  • PGI
  • AMAN Muslim
  • GUSDURian
  • Maarif Institute
  • ANBTI
  • LBH Jakarta
  • ILRC
  • Sejuk
  • dll. 

ULASAN :

Mendesak pemerintah memperlakukan pengungsi Rohingya secara manusiawi.  

Alamsyah M. Djaffar (Indonesian Conference On Religion and Peace) mengatakan harus ada kesamaan pandangan yaitu atas nama kemanusiaan terhadap pengungsi Rohingnya. Masih ada 6.000 orang pengungsi Rohingnya di lautan yang terancam keselamatannya dan juga masalah kesehatan. Jangan berpandangan hal ini karena sekedar konflik agama Budha vs Islam.
Solidaritas Lintas Iman membuka kotak donasi via Bank BCA KCP Sabang Jakarta atas nama Yohanes Harianto, No. rekening 0751467116.
Selain ada pengungsi luar negeri dari Myanmar, Pakistan dan Iran; jangan lupa di dalam negeripun ada pengungsi Ahmadiah dan Syiah.




KH Maman Imanulhaq (Anggota DPR dari PKB) mengemukakan suku Rohingnya masuk ke Myanmar sejak tahun 1830 karena alasan Myanmar lebih makmur. Setelah Myanmar merdeka dari jajahan Inggris pada 1948, terjadi pemberontakan dalam negeri sehingga pada 1962 militer mengambil alih kekuasaan di Myanmar. Suku Rohingnya dianggap bukan warga negara dan menjadi stateless di Myanmar.
Beliau mengimbau negara-negara anggota ASEAN bekerja sama untuk membantu pengungsi Rohingnya.

Direktur Eksekutif The Wahid Institute Ahmad Suaedi menyatakan pengungsi Rohingnya harus segera ditolong. Beliau mengapresiasi tindakan yang telah dilakukan Pemda Nangroe Aceh Darusalam maupun Sumatra Utara.
Masalah politik di Myanmar memicu adanya pengungsi Rohingnya yang kini menjadi persoalan regional maupun internasional. Beliau mengusulkan PBB turun tangan untuk mengatasi hal ini.

Syahab (Jaringan GUSDURian) menyebut Indonesia harus punya pesan tunggal yang jelas atas pengungsi Rohingnya. Di ASEAN,
Indonesia dan Filipina adalah dua negara yang paling maju soal penerapan hak azasi manusia..

Yunita (LBH DKI jakarta) berujar adanya kekosongan hukum dalam menangani pengungsi Rohingnya; maksudnya tidak ada aturan yang jelas. Indonesia juga menjadi transit bagi pengungsi Afganistan, Irak, Pakistan.




Pendeta Siagian (PGI) berkata telah menggerakkan jaringan gerejanya di Nangroe Aceh Darusalam dan Sumatra Utara, untuk membangun posko bantuan bagi pengungsi Rohingnya.   
Sugianto (Majelis Budha Indonesia) menyerukan agar Indonesia ambil bagian dalam mengatasi pengungsi Rohingnya. Beliau waswas umat Budha Indonesia 'disalahkan' atas terjadinya pengungsian suku Rohingnya yang beragama Islam. Apalagi tidak lama lagi umat Budha Indonesia akan merayakan hari Waisak.

Mbak Rofiq (Migrant Care) mengatakan bagi Malaysia pengungsi tanpa identitas disebut 'pendatang haram'.
Sejak 1990 Indonesia sudah menerapakan perlindungan atas buruh migran.
Beliau menganjurkan negara anggota ASEAN harus berperan serta dalam mengatasi masalah pengungsi ini.

Siti Aminah menyebutkan sila kedua Pancasila menjadi landasan bagi kita bernegara untuk melihat kasus pengungsi Rohingnya. Kita tidak boleh beralasan tidak ada undang-undang dan ketiadaan sumber daya.


Slide foto-foto selama acara


Press Release :

klik gambar untuk memperbesar





www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: