Selasa, 11 Oktober 2016

Diskusi Syndicate Update "Barak TNI, Tentara Profesional vs Pusaran Politik & Bisnis"

Diskusi
Syndicate Update
Barak TNI, Tentara Profesional
vs Pusaran Politik & Bisnis"



Waktu :
JUMAT, 7 Oktober 2016

Tempat :
PARA Syndicate,
Jl Wijaya TIMUR 3 No. 2A Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Bersama:
  • Prof (Ris) Dr. Ikrar Nusa Bhakti (Peneliti Senior LIPI), 
  • Dr. Kusnanto Anggoro (Pengamat Politik dan Militer), 
  • Fahri Huseinsyah (Peneliti PARA Syndicate), 
  • Ari Nurcahyo (Direktur Eksekutif PARA Syndicate)

Pendahuluan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sekarang sudah bukan lagi berwatak militeristik dan represif seperti ABRI masa Orde Baru dulu. Ini sejalan dengan amanat UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Supremasi sipil adalah mantraguna ketika fajar reformasi 1998 menyingsing dan lahir di Ibu Kota. Kini sudah 17 tahun reformasi TNI sejak lengsernya Presiden Soeharto 21 Mei 1998 lalu. Dan TNI sekarang hanya menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan politik negara yang ditetapkan presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI sepanjang presiden taat Konstitusi. Keterlibatan tentara dalam politik praktis hanya bagi purnawirawan. Sementara bagi tentara aktif sudah ditinggalkan. Kini TNI lebih mengutamakan peran strategisnya dan profesional dalam menghadapi terorisme dan perang a-simetris (proxi war).
Karena itu pernyataan Pangab Jenderal TNI Gatot Nurmantyo agar TNI diberi hak politik, jelas sebuah kemunduran dalam reformasi TNI. Bahkan dalam negara yang menjunjung asas demokrasi dan HAM, keterlibatan TNI di dunia politik dan bisnis adalah haram.Karena sebagai institusi yang memegang senjata, TNI bisa mengancam dan mengoyak demokrasi. Apalagi organisasinya hirarkis, tunduk dan taat pada atasan maka TNI tidak elok berpolitik dan berbisnis, seperti ketika masih Dwifungsi ABRI, punya peran Sospol dan Hankam.



Ulasan Redaksi :

Fahri Huseinsyah
"TNI, Challenge, Improvement Urgency & Dilemma".
Perlunya minimal essential force bagi TNI. Batas peralatan militer minimal. Pasca reformasi area pekerjaan militer berfungsi untuk mendukung aparatur sipil, untuk pertahanan dan keamanan. Tantangan eksternal dan internal. Adanya kompetisi global, perbatasan negara dan wilayah terluar, pembajakan, penyelundupan, konflik inter-state, intra-state, Asymetric warfare and proxy war, persaingan antara persediaan enerji dan pangan di darat dan di laut, kompetisi senjata diantara negara, terorisme, pencurian ikan.
Operasi militer selain perang. Apa kendala dan dilema ? Masalahnya anggaran dan peralatan militer yang sudah tua. Anggaran kurang dari 1% GDP. Yang dibutuhkan penguatan militer di perbatasan dan titik terluar. Adanya hasrat kembali berpolitik dan berbisnis.

Ikrar Nusa Bakti
Posisi TNI Nomor 13-14. 30% persenjataannya kuno. TNI pernah menjadi yang terkuat jaman Orla/Soekarno, setingkat Pakta Warsawa. Kini dibawah kelas Malaysia dan India. TNI sejak lahirnya lekat dengan politik dalam perujangan kemerdekaan. Setiap perubahan politik selalu ada unsur militernya. Misalnya pemberontakan Kahar Muzakar, G30S.
Hubungan sipil-militer tidak selalu positif. Ada pembangkangan militer terhadap sipil. Misal saat rencana pengangkatan jendral Gatot Subroto menjadi panglima. Awal masuknya militer ke pemerintahan saat Kabinet Juanda. Nasionalisasi perusahaan Belanda, menyebabkan jaringan bisnis yang sebelumnya dikuasai Tionghoa dan kaum asing menjadi dikuasai militer. Rejim Orba melibatkan militer ke dunia bisnis, tidak ada urusan sosial, ekonomi, budaya yang tidak ditangani militer.
Paradigma baru ibarat reformasi 1/2 hati :
1. ABRI tidak menduduki tapi mempengaruhi.
2. ABRI tidak mempengaruhi l.angsung tapi tidak langsung.
3. ABRI siap melakukan role sharing.Tentara profesional adalah terlatih, terdidik, diperlengkapi dengan baik, tidak berbinis.
Gaji pokok, Tamtama RP 1,5-2,8 juta, Bintara RP 2-3,8 juta, Perwira Pertama RP 2,6-4,5 juta, Perwira Menengah RP 2,8-5,1 juta, Perwira Tinggi RP 3,1-,5,6 juta. Kalau mengikuti pendidikan, tunjangan kinerjanya dipotong. Sejak 1999 TNI siap tidak berpolitik. TNI 100% dibiayai negara.
Di Amerika Serikat, militer juga berbisnis, misal hotel.
Agus Yudoyono, bukanlah militer pertama yang mengundurkan diri karena mau ikut Pilkada di DKI Jakarta. Keputusan ini tidak sepenuhnya kesalahan militer2004 Amien Rais (PAN) mau mengajak SBY sebagai Cawapresnya. Saat ini banyak kolonel dan letkol yang tidak punya jabatan.


Kusnanto Anggoro
Mis calculation and mis perception. 2003-2004 minimum essential capability bukan minimal essential forces (2010). Menyangkut jumlah personil dan persenjataannya.Global Forces Index menempatkan TNI di ranking 12, ini menyesatkan, kita hanya lebih baik dari Filipina di ASEAN. Perlu melakukan restrukturisasi dan reorientasi. Ada gap militer-sipil, militer merasa unggul. Dalam konteks pesonil militer, jumlahnya terlalu banyak, karena tidak/kurang mengandalkan teknologi.
Alokasi anggaran 62% gaji, 22% perawatan, 10-18% pocurement. Mengembanghkan teknologi tidaklah mudah. Perlu sinergi industri militer dan industri sipil. Solusinya bersifat politis dalam 2-3 tahun, ada keputusan politis untuk akselerasi pembangunan kekuatan militer. 2035 tahun krusial menyangkut hak politik TNI untuk memilih atau dipilih. Sebaiknya ada jeda 3-5 tahun setelah keluar dari militer baru boleh dipilih. Kegiatan black economy yang sulit diberantas, marking up harga. Reformasi militer tidak mungkin terjadi tanpa adanya passion. 


NOMagz.com

Tidak ada komentar: