Selasa, 11 Oktober 2016

Diskusi Rumah Kebangsaan "Bagaimanakan Nasib Petani Tembakau ke Depan?”

Diskusi Rumah Kebangsaan
"Bagaimanakan Nasib
Petani Tembakau ke Depan?”



Waktu :
Kamis, 6 Oktober 2016

Tempat :
Kantor Rumah Kebangsaan,
Jl. Patimura No. 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pembicara :
  • Iswanto (Kasubdit Tanaman Semusim dan Rempah, Kementan)
  • Agus Ruli Ardiansyah (Serikat Petani Indonesia)
  • Abdillah Ahsan (Kepala lembaga Demografi FEUI)
  • Jalal (Komnas Pengendalian Tembakau)


Ulasan Redaksi :

Jalal
Masalah yang dihadapi petani tembakau, harga fluktuatif, cuaca, menjual ke pasar tunggal yang harganya ditentukan oleh tengkulak, lahan tidak bertambah sejak 1980. Puncak produksi di 2012, turun 28% di 2015 karena luas lahan turun. Kesejahteraan petani tidak kunjung membaik. Bea masuk tembakau impor 0% (sejak pemerintahan SBY) karena kesepakatan AFTA. Sehingga harga tembakau impor lebih murah. Tidak ada mekanisme melindungi tembakau dalam negeri. Perubahan iklim menimbulkan banyak masalah di pertanian. RUU Pertembakauan yang melindungi petani tembakau perlu dihargai. Tembakau impor dibatasi maksimal 20%. Kini 60% impor.
Road Map Industri Hasil Tembakau, naik 5-7% (2015-2020). Ada pertentangan dengan RUU Pertembakauan. Sanksi terlampau ringan, dan industri akan cenderung melanggar. Tidak yakin produksi dalam negeri bisa meningkat, dan nasib petani sulit membaik.


Iswanto
Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah pertembakauan rumit. Lahan stagnan dan cenderung berkurang. Biaya produksi tinggi. Kualitas produk rendah harganya murah. Produktivitas belum optimal. Persaingan lahan untuk tanaman lain yang lebih menguntungkan. Sewa lahan mahal. Upaya perbaikan,Kemitraan dengan pabrikan dan pemasok. Menghitung biaya produksi minimal. Panen tembakau kini baru dipakai 5 tahun mendatang.
Sampoerna dan Bentoel menyediakan bibit, bimbingan praktek pertanian yang baik. Sehingga produktivitasnya 1,2-1,3 ton/ha (dari 14 panenan). Saat ini produktivitas rata-rata 700-800 kg/ha. Propinsi produsen utama, Jawa Timur, NTB, Jawa Tengah.Lampung, Jambi, Jabar, penghasil tembakau hitam.

Abdillah
"Kenaikan Cukai, Apa Risiko Bagi Petani Tembakau ?"
Petani tembakau tergantung kepada industri rokok. Konsumsi rokok meningkat, kebutuhan tembakau naik. Industri rokok didominasi rokok kretek putih (60%).
Produksi rokok tahun 2013 sebanyak 345 miliar batang, 2014 sebanyak 341miliar batang, dan tahun 2015 sebanyak 344 miliar batang. Sejak 1970 konsumsi tokok terus meningkat.
Apakah kesejahteraan petani tembakau tergantung kenaikan cukai ? Tergantung produktivitas, dan harga jual tembakau.
Impor tembakau adalah keputusan bisnis, karena stoknya lebih pasti. Kalau tarif cukai tidak naik, yang untung perusahaan rokok besar. Harga rata-rata rokok RP 4.000-RP 15.000/bungkus. RP 370/batang. Larangan iklan rokok menguntungkan industri kecil rokok. Konsumsi rokok putih meningkat karena perbaikan ekonomi.

Penanya
Usulan :
1. Perbaikan mekanisme penentuan harga yang mendukung. Tidak ada standardisasi harga selama ini.
2. Komunikasi intensif antar petani, pengusaha, dan pemerintah. Perlu keterbukaan informasi.
3. Penyebar luasan teknik penanaman.
4. Pembibitan tembakau dalam negeri.
5. Penyediaan gudang tembakau oleh pmerintah.
6. Meningkatkan akses kredit perbankan.
7. Pembuatan asuransi perkebunan tembakau.
8. Program asistensi pengalihan tanaman tembakau.
9. Program pemberian insentif bagi perusahaan pembeli daun tembakau.10. Pembatasan impor daun tembakau. Penerapan bea masuk selain negara ASEAN dan Tiongkok 40%.



NOMagz.com

Tidak ada komentar: