Selasa, 02 Desember 2014

Talkshow : Menanti Jaminan Pensiun Yang Ideal Bagi Pekerja

Talkshow: 
Menanti Jaminan Pensiun 
Yang Ideal Bagi Pekerja

Waktu :
Selasa 2 Des 2014. 15:00-18:00

Tempat :

Demang Restaurant and Coffee Lounge, Gdg. La Monte Sarinah. Jl Agus Salim No. 60A. Jakarta.




Pembicara:
  1. Drg. Endro Sucahyono, M Kes. (Kepala Divisi Pengembangan Jaminan BPJS Ketenagakerjaan)
  2. Timoer Sutanto (Asosiasi Pengusaha Indonesia)
  3. Heru Yuanto (Direktorat Pengawasan Dana Pensiun & BPJS Ketenagakerjaan OJK)
  4. Prof. Dr. H. Bambang Purwoko, SE, MA (Dewan Jaminan Sosial Nasional)

Moderator: 

Tutut Herlina (Redaktur Harian Sinar Harapan)

Sambutan: 

B Hairuddin (Sinar Harapan)

ULASAN :

RMOL. Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Bambang Purwoko menegaskan, usulan iuran jaminan pensiun 8 persen dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

"Usulan itu diambil dari 1/12 dari gaji pokok. Karena nantinya akan dinaikan bertahap. Sebaiknya usulan ini dijalankan saja dulu, karena dimanapun sudah menjadi kewajiban pemerintah menanggung risiko jika terjadi unfunded, tapi itu baru terjadi tahun 2050," kata Bambang Purwoko dalam dialog kopi sore 'Menanti Jaminan Pensiun Ideal bagi Pekerja' yang diselenggarakan harian Sinar Harapan di Jakarta, Selasa (2/11).

Bambang mengatakan, Indonesia digolongkan negara tertinggal dalam menerapkan jaminan sosial bagi warganegaranya.  Program jaminan pensiun bagi seluruh warganegara dijadwalkan mulai diberlakukan pada 1 juli 2015. Namun, program itu untuk sementara baru berlangsung bagi perusahaan besar dan sedang, belum diharuskan perusahaan kecil mengingat masalah pendanaan.

Menurut Bambang, program jaminan pensiun merupakan manfaat pasti dalam bentuk santunan berkala. "Pembayarannya tidak boleh dilakukan sekaligus, tapi mesti berkala untuk hari tua. Prinsipnya gotong royong, yang masih muda menanggung mereka yang memasuki usia pensiun," imbuhnya.

Dijelaskannya, jika diperbandingkan iuran yang mesti disisihkan untuk program pensiun, iuran program pensiun di Indonesia sangat rendah. Sebagai misal, di Malaysia iuran yang mesti dibayarkan 23 persen terdiri dari 11 persen iuran pekerja dan pemberi kerja 12 persen. Singapura iuran pensiun mencapai 33 persen dan Italia 32,7 persen.

"Kalau di rata-rata iuran pensiun di negara-negara lain itu, 1/4 atau 1/5 gaji yaitu 25 atau 20 persen. Untuk Indonesia  hanya 1/12 atau 8 persen, karena itu kita berharap jangan ada yang menawar-nawar lagi. Kalau kurang dari itu, lebih baik tidak ada program pensiun karena tidak berarti apa-apa," imbuhnya.

Untuk Indonesia, lanjut Bambang, iurannya pun diusulkan naik bertahap, dimulai dari 8 persen (2015), 10 persen (2010), 12 persen (2021), 15 persen (2024) dan 17 persen (2030).

Memang, lanjut dia, terdapat risiko unfunded (gagal bayar), tapi hal itu merupakan kewajiban yang harus dipikul oleh negara. "Di negara manapun, negara mesti ikut mengiur, dan kewajiban itu dilakukan ketika terjadi  unfunded, yang berdasarkan perhitungan aktuaria siklusnya terjadi tahun ke-50," bebernya.

Dia mencontohkan situasi yang terjadi  pengelolaan pensiun TNI/Polri dan PNS. "Jumlah PNS 4,7 juta tapi yang pensiun sekarang 2,6 juta. Ini tidak sehat, karena rumusnya yang seimbang adalah 2:1, dimana yang berkerja harus dua kali lipat yang pensiun," paparnya.

Untuk mengantisipasi  unfunded, kata Bambang, sebaiknya negara menyisihkan jumlah tertentu yang bisa dititipkan pada BPJS Ketenagakerjaan atau pemerintah untuk dikembangkan dari tahun ke tahun.

Sementara itu, Kepala Divisi Teknis BPJS Ketenagakerjaan dr Indro Sucahyono menyatakan, pihaknya sebagai pelaksana pengelola jaminan pensiun, siap melaksanakan amanat itu. Namun, sampai saat ini, Peraturan Pemerintah (PP) sebagai juklak melaksnakan jaminan pensiun belum ada.

"Kalau PP program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) sudah di kementrian. Untuk program Jaminan Hari tua (JHT) Desember diperkirakan selesai. Tapi untuk program Jaminan Pensiun masih terus dalam pembahasan," terangnya.

Bekas Anggota DJSN Heru Junianto mengungkapkan, berlarut-larutnya penetapan PP jaminan pensiun karena ada banyak hal yang memerlukan sinkronisasi dan harmonisasi, meliputi juga UU Nomo 13/2003 "Apalagi koordinasi diantara kementrian dan instansi terkait di Indonesia merupakan barang mahal," jelasnya. [rus]


sumber rmol

Materi Drg. Endro Sucahyono M.Kes :

klik gambar untuk memperbesar

















.
VIDEO ACARA :


https://www.youtube.com/watch?v=sx-2ap1nOLU



www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: