Diskusi Bulanan
CORE Media Discussion (CMD)
"Ekonomi Indonesia 2014:
Refleksi Bagi Pemerintahan Baru"
Waktu :
16 Desember 2014, 12.00 - 15.00 WIB
Tempat:
Rumah Makan MBOK BEREK, Jl. Prof Dr. Supomo No. 14, Jakarta Selatan.
Para Narasumber |
Pembicara:
- Hendri Saparini, Ph.D (Direktur Eksekutif CORE Indonesia)
- Prof. Dr. Ina Primiana Syinar, SE.,MT. (Guru Besar UNPAD; Research Associate CORE Indonesia)
Mohammad Faisal, Ph.D
(Direktur Riset CORE Indonesia)
ULASAN :
CORE MEDIA DISCUSSION pada hari Selasa, 16 Desember 2014 membahas mengenai “Ekonomi 2014: Refleksi bagi Pemerintah Baru” yang dibawakan oleh Hendri Saparini, Ph.D (Direktur Eksekutif CORE Indonesia) dan Prof. Dr. Ina Primiana Syinar, SE., MT (Guru Besar Unpad dan Associated Researcher CORE Indonesia). Menurut CORE Indonesia, pertumbuhan ekonomi tahun 2014 ini diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 5,1%, yang berarti terendah dalam 10 tahun terakhir, terkecuali saat krisis global tahun 2009 yang tumbuh 4,6%. Pilihan kebijakan fiskal yang kontraktif ditambah dengan kebijakan moneter yang relatif ketat ikut berkontribusi pada perlambatan ekonomi tahun ini. Konsumsi swasta menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi tahun ini. Belanja Pemerintah tahun ini hanya tumbuh dikisaran 2,5% meskipun pada umumnya pertumbuhan lebih tinggi terjadi di tahun Pemilu. Sementara itu, investasi modal tetap tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 5% atau dibawah rata-rata historisnya sebesar 8%. Sedangkan kinerja ekspor tahun ini hingga kuartal ke-III mengalami kontraksi sebesar -0,63%. Menurunnya kinerja perekonomian 2014, berdampak pada penurunan penerimaan pendapatan negara. Short-fall penerimaan pada Semester I, yang disikapi Pemerintah dengan ‘membabat rata’ anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp 100 triliun, membuat pertumbuhan belanja barang dan jasa Pemerintah mengalami kontraksi sebesar 16,5%. Reformasi pajak diperlukan tidak hanya untuk meningkatkan tax ratio tetapi juga untuk merubah struktur penerimaan pajak yang saat ini hampir 70% disangga dari penerimaan pajak korporasi. Perlambatan ekonomi pada tahun 2014 diperkirakan tidak akan berlanjut pada 2015. Ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi, antara 5,3 hingga 5,6 persen. Dengan catatan, Presiden Jokowi-JK dan tim kabinetnya dapat memanfaatkan peluang dari membaiknya lingkungan eksternal untuk memaksimalkan ekonomi domestik. Namun bila strategi kebijakan otoritas fiskal tidak tepat sasaran dan tidak tepat momentum, serta BI tidak berhasil mengendalikan moneter maka kinerja ekonomi tahun 2015 akan bias ke bawah. Menurut CORE ada tiga sumber pertumbuhan penting. Penyumbang utama pertumbuhan ekonomi domestik masih berasal dari konsumsi swasta yang diperkirakan tumbuh moderat sekitar 5%. Konsumsi pemerintah tahun depan diperkirakan akan kembali menjadi sumber pertumbuhan bagi ekonomi nasional. Bila perencanaan dan realisasi baik penerimaan maupun belanja efektif maka akan ada potensi pertumbuhan sekitar 4-5% di tahun 2015. Adapun ekspor diperkirakan hanya tumbuh marjinal di tahun 2015 pada kisaran 3-4 persen. Pasalnya, negara tujuan utama ekspor seperti Tiongkok, Jepang, dan Eropa masih mengalami perlambatan. Selain itu, beberapa harga komoditas yang menjadi andalan Indonesia, seperti mineral, batubara dan palm oil diproyeksikan masih tetap melemah. Meskipun depresiasi rupiah terhadap dollar AS masih berlanjut hingga tahun depan, pengaruhnya tidak akan signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekspor, kecuali jika Tim Kabinet melakukan kebijakan ekspor yang pro aktif, misalnya dengan menyiapkan policy matrix yang menjelaskan komoditas apa, ke pasar mana dan dengan strategi pemasaran apa. Berbeda dengan kinerja ekspor, investasi diproyeksikan cukup optimis. Pertama, karena adanya optimisme terbentuknya pemerintahan baru. Apalagi berbagai lembaga internasional masih merekomendasikan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling menarik untuk berinvestasi. Kedua, Jokowi-JK diproyeksikan akan memberikan tempat luas bagi investor asing untuk berinvestasi terutama pada infrastruktur strategis seperti listrik, gas, pelabuhan, dll. Untuk meredam dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya sektor riil, upaya pengendalian inflasi semestinya tidak dibebankan seluruhnya kepada BI. Pemerintah Jokowi-JK harus berbeda dengan sebelumnya sehingga turut ambil bagian dalam mengendalikan inflasi secara pro aktif karena sebagian besar sumber inflasi ada pada supply side, bukan demand side.
Slide foto-foto selama acara |
www.NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar