Rabu, 08 Oktober 2014

KONFERENSI NASIONAL SATU DEKADE PERKUMPULAN PRAKARSA “AKSELERASI TRANSFORMASI MENUJU INDONESIA SEHAT DAN SEJAHTERA”

KONFERENSI NASIONAL 
SATU DEKADE PERKUMPULAN PRAKARSA
“AKSELERASI TRANSFORMASI 
MENUJU INDONESIA SEHAT DAN SEJAHTERA”



WAKTU :
Hari/tanggal : Selasa dan Rabu, 7 – 8 Oktober 2014, 09.00 s/d selesai
 

Tempat : 
Hotel Crowne Plaza Jakarta. Jln. Gatot Subroto Kav. 2 - 3, Jakarta Pusat. (Telp: 021-5268831)
 

PESERTA :
Peserta kegiatan ditargetkan sebanyak 150 orang dari berbagai kalangan dan pemangku kepentingan terkait seperti:
1. Kementerian dan Lembaga terkait di pemerintahan baik pusat maupun daerah
2. Lembaga legislatif dan perangkatnya (DPR, DPRD, staf ahli, P3DI, dll)
3. Universitas dan lembaga-lembaga penelitian
4. Organisasi Masyarakat Sipil
5. Lembaga internasional dan kedutaan negara sahabat
6. Media massa




I. LATAR BELAKANG
Indonesia berada dalam titik persimpangan sejarah. Pemerintahan yang baru terpilih akan langsung dihadapkan pada tantangan kesejarahan bangsa dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang. Beberapa tantangan historis tersebut antara lain datangnya bonus demografi (demographic bonus), meleburnya Indonesia kedalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan tantangan untuk menghindari jebakan-jebakan negara menengah (middle income traps) seperti stagnasi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan yang tidak menghasilkan lapangan kerja. Bila tantangan-tantangan ini gagal diarungi, bukan hanya peluang emas yang hilang namun justru bencana demografi (demographic disaster) yang akan menimpa Indonesia.
Bonus demografi bisa berbalik menjadi bencana demografi jika sumber daya manusia yang seharusnya merupakan motor pembangunan, berbalik menjadi beban, padahal pembangunan manusia adalah tujuan dan sekaligus sarana kemajuan sebuah bangsa. Investasi sosial untuk kesejahteraan dan pengembangan kapabilitas manusia merupakan jalan untuk mencapai kemajuan yang dicita-citakan. Walaupun dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi yaitu sekitar 6 persen tiap tahun, pertumbuhan ekonomi tersebut tidak serta merta termanifestasi dalam peningkatan pembangunan kualitas manusia di Indonesia.
Hal ini tercermin dari peringkat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) yang stagnan pada posisi 108 dari 187 negara di dunia dalam dua tahun terakhir (UNDP, 2014), bahkan di bawah peringkat negara-negara konflik seperti Palestina, Aljazair, dan sebagainya. Khususnya dalam satu dekade terakhir ini, bahkan telah terjadi perlambatan dalam pertumbuhan IPM Indonesia. UNDP (United Nations Development Programme) mencatat dalam Laporan Pembangunan Manusia 2014 bahwa pertumbuhan IPM Indonesia adalah 1,44 persen selama dekade 1990-2000, namun terpangkas menjadi hanya 0,9 persen antara tahun 2000-2013.
Ini merupakan alarm tanda bahaya bagi pembangunan manusia di Indonesia. Perlambatan ini sebenarnya telah terindikasi dalam memburuknya beberapa indikator kesehatan, diantaranya adalah tingginya kematian ibu dan anak, rendahnya status gizi dan makin merebaknya berbagai penyakit menular maupun tidak menular. Ini berarti Indonesia makin jauh dari pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) 2015 yang merupakan komitmen pembangunan yang disepakati komunitas internasional. Sebagai contoh, berdasarkan SDKI 2012, tingkat kematian Balita masih pada angka 40 per 100 ribu kelahiran hidup, dan harus mencapai 32 untuk mencapai target MDGs. Angka kematian bayi hanya turun dari 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007) menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012), padahal target MDGs adalah 23 per 1000 kelahiran hidup.
Kematian ibu karena hamil dan melahirkan merupakan aspek dimana Indonesia mengalami kemunduran paling signifikan. Terlepas dari perbedaan metodologi dalam pendataannya, angka kematian ibu meningkat tajam dari 228 per 100 ribu kelahiran hidup (2007) menjadi 359 per 100 ribu kelahiran hidup, membuat Indonesia makin jauh dari target MDGs untuk menurunkan angka ini sampai pada tingkat 102 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Ini merupakan ‘scandal of our time’ bagi Indonesia, karena kualitas dan hak hidup perempuan merupakan indikator penting kemajuan suatu bangsa, dan berbagai negara yang lebih miskin seperti Bangladesh, Srilanka, Nepal ataupun Vietnam berhasil menekan angka kematian ibu mereka secara drastis.
Beberapa indikator status kesehatan Indonesia yang lain juga cukup mencemaskan. Secara nasional, terjadi peningkatan proporsi Balita dengan gizi buruk, dari 4,9 persen menjadi 5,7 persen, dan gizi kurang dari 13 menjadi 13,9 persen antara tahun 2010-2013. Trend kematian akibat penyakit terkait HIV/AIDS meningkat sebanyak 427 persen antara tahun 2005 dan 2013, bahkan lebih buruk dari Pakistan (352 persen), negara yang kerap disebut negara gagal (UNAIDS, 2013). Periode prevalensi ISPA meningkat dari 24.0 pada tahun 2007 menjadi 25.0 ditahun 2013 (Riskesdas 2013), periode prevalensi pneumonia juga meningkat dari 2.1 menjadi 2.7 dalam periode yang sama. Prevalensi berbagai penyakit tidak menular seperti hepatitis, diabetes mellitus, hipertensi, stroke dsb juga meningkat. Begitu juga indikasi penurunan berbagai status gizi yang tercatat dalam Riset Kesehatan Dasar terakhir. Singkatnya, pembangunan tidak dapat berjalan di negara yang rakyatnya sakit-sakitan, kurang gizi dan tidak produktif. Negara perlu menjamin dan melindungi kesejahteraan
rakyat sesuai amanat Konstitusi.
Melihat kembali perjalanan upaya menjamin dan melindungi rakyat dalam sepuluh tahun ini, tidak dapat ditampik bahwa Indonesia juga telah mencetak milestone dan sejarah baru dengan adanya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Dalam regulasi tersebut, telah terjadi perubahan paradigma mendasar yaitu dari perlindungan sosial yang bersifat targeting menjadi universal coverage berlandaskan hak warga negara, walaupun belum sepenuhnya sempurna dalam pelaksanaannya.
Sebelum sistem jaminan sosial kesehatan diluncurkan pada awal tahun 2014, data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa masih ada 50.5 persen dari penduduk Indonesia yang belum tercakup dalam jaminan kesehatan apapun, 28.9 persen tercakup dalam Jamkesmas dan 9,6 persen oleh skema Jamkesda, sedangkan sisanya harus menggunakan skema-skema jaminan kesehatan yang bersifat out-of-pocket. Sementara ini, walaupun dengan adanya jaminan kesehatan nasional, sistem perlindungan sosial kita masih bersifat campuran (fragmented), antara tanggungan anggaran pemerintah (untuk masyarakat miskin) dan kontribusi pribadi. BPJS Kesehatan mentargetkan seluruh penduduk Indonesia akan ter-cover jaminan kesehatan pada tahun 2019 yang akan datang.
Fenomena Indonesia yang bergerak ke arah perluasan cakupan perlindungan sosial ini terlihat unik dalam konstelasi trend dunia terutama di negara-negara maju yang justru menjadi rezim konservatif dan kikir terhadap warga negaranya melalui berbagai program austerity, dengan melakukan berbagai pemotongan dalam skema perlindungan sosial mereka. Secara sadar atau tidak sadar, dengan sukarela mereka mulai mengadopsi structural adjustment programs (SAP) anjuran lembaga-lembaga keuangan dunia seperti Bank Dunia dan IMF yang banyak menuai kritikan di era 1980-an.
Kebijakan konservatif dan pelit terhadap warga bukan opsi yang tepat bagi Indonesia. Walaupun prospek pertumbuhan ekonomi ditengarai tidak akan secepat beberapa tahun terakhir, bangsa ini tetap memerlukan kebijakan yang “murah hati” untuk investasi sosial sehingga Indonesia siap menyongsong era keemasan usia produktif. Selain investasi sosial yang cukup, aspek-aspek desain kebijakan, tata kelola, implementasi dan pengawasan perlu menjadi perhatian. Apa yang telah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir perlu direfleksikan dan menjadi pembelajaran untuk desain maupun implementasi kebijakan yang lebih baik kedepannya.
Oleh karena itu, Perkumpulan Prakarsa, yang didirikan 10 tahun yang lalu dan memiliki cita-cita besar melihat Indonesia sebagai negara kesejahteraan, akan mengadakan konferensi nasional untuk melakukan refleksi atas tantangan yang telah dan akan dihadapi Indonesia, baik ditingkat pusat maupun daerah, dalam mewujudkan negara kesejahteraan, yang juga sekaligus refleksi dari perjalanan Perkumpulan Prakarsa yang telah berkecimpung selama satu dekade ini dalam isu-isu kesejahteraan. Dalam konferensi ini, Perkumpulan Prakarsa mengharapkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait untuk dikristalisasikan menjadi rekomendasi dan masukan bagi pemerintah Indonesia mendatang. Disamping itu, hasil konferensi ini juga akan menjadi masukan bagi arah agenda strategis Perkumpulan Prakarsa selama 5-10 tahun ke depan.



II. TUJUAN
1. Merefleksikan dan memaknai perjalanan Indonesia menuju negara kesejahteraan selama sepuluh tahun terakhir baik dari segi kekuatan, kelemahan serta pembelajaran yang diperoleh.
2. Mengidentifikasi isu-isu kebijakan kesehatan dan kesejahteraan yang strategis untuk menghadapi tantangan-tantangan kesejarahan dalam memasuki dekade yang akan datang.
3. Merumuskan agenda-agenda kebijakan kesehatan dan kesejahteraan strategis untuk pemerintahan Indonesia yang baru dalam lima sampai sepuluh tahun kedepan.


III. HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Adanya sharing pembelajaran mengenai potret tantangan dan keberhasilan upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya, -khususnya upaya meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir.
2. Diidentifikasikannya agenda-agenda penting kebijakan kesehatan dan kesejahteraan lima sampai sepuluh tahun kedepan, baik berupa desain kebijakan, tata kelola maupun pendanaan untuk implementasi kebijakan kesehatan dan kesejahteraan.
3. Dirumuskannya rekomendasi kebijakan kesejahteraan dan kesehatan dari peserta konferensi untuk disampaikan kepada pemerintahan Indonesia yang baru.

IV. TOPIK DAN PERTANYAAN KUNCI
Dalam dua hari konferensi ini, akan didiskusikan tiga topik dan pertanyaan utama:
1. Refleksi atas capaian, keberhasilan dan tantangan serta kesulitan yang dihadapi untuk mengangkat derajat kesejahteraan rakyat Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir, mengapa terjadi serta pembelajaran apa yang diperoleh.
2. Envisioning tantangan-tantangan utama yang akan dihadapi bangsa Indonesia dalam lima tahun sampai satu dekade yang akan datang, serta bagaimana menghadapi dan menyiasatinya sehingga menjadi peluang percepatan pembangunan kualitas manusia Indonesia.
3. Aspek-aspek kebijakan terkait kesejahteraan dan kesehatan yang paling strategis dan perlu diprioritaskan oleh pemerintahan yang baru untuk mempercepat pembangunan kualitas manusia Indonesia menuju negara kesejahteraan.



Slide foto-foto selama acara

www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: