Kamis, 10 Juli 2014

Konferensi Pers Lembaga-lembaga Penyelenggara Quick Count Pilpres 2014


"Konferensi Pers Lembaga-lembaga Penyelenggara 
Quick Count Pilpres 2014" 

Waktu :
Kamis 10 Juli 2014, pukul 16.00 WIB di akhiri buka puasa bersama.

Lokasi :
Ballroom lt.1. Hotel Atlet Century Senayan.


Narasumber:

Populi Center (Nico Haryanto), 
Indikator Politik Indonesia (Burhanuddin Muhtadi), 
SMRC (DJayadi Hanan), 
Cyrus Network (Hasan Hasbi), 
Litbang Kompas (Hary & Nainggolan), 
Lembaga Survey Indonesia (Aji), 
IPB (Prof. Atet)


ULASAN

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mencurigai adanya manipulasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei, terkait hasil penghitungan suara quick count  Pilpres 2014. Menurut Burhan, manipulasi lembaga survei bertujuan menciptakan adanya legitimasi, khususnya oleh pasangan No. urut 1, Prabowo Hatta yang berdasarkan hasil mayoritas quick count tertinggal atau kalah dari pasangan capres Jokowi-JK.
Burhan menyatakan bahwa bila hasil resmi KPU berbeda dengan hasil quick count, maka hasil KPU-lah yang patut dipersalahkan.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mencurigai dugaan manipulasi beberapa lembaga survei, terkait hasil penghitungan suara quick count atau hitung cepat Pilpres. Hasil survei indikator menunjukan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menang dengan 52,95%, sementara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya mendapatkan 47,66%.

Burhan menduga, manipulasi lembaga survei bertujuan menciptakan legitimasi - See more at: http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2076227/manipulasi-hasil-quick-count-dinilai-untuk-ciptakan-legitimasi#sthash.cxo6REQi.dpuf
DJayadi Hanan dari SMRC menyatakan bahwa mereka dibiayai oleh 7 televisi swasta."Loyalitas kader PDIP adalah yang tertinggi" kata Jayadi.
Dan senada dengan Burhan, menurut Djayadi terjadi memanipulasi hitung cepat untuk menunjukkan kemenangan, kata Djayadi, maka bisa terjadi legitimasi yang juga akan memengaruhi masyarakat. "Itulah kenapa dilakukan deklarasi kemenangan. Supaya masyarakat juga tetap percaya."

"Kalau tidak ada deklarasi, masyarakat akan menilai hanya Jokowi-JK yang menang, sehingga akan bertanya-tanya kalau nanti KPU menetapkan Prabowo-Hatta. Dengan kondisi seperti ini, masyarakat juga terbelah," tandas Djayadi. - See more at: http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2076227/manipulasi-hasil-quick-count-dinilai-untuk-ciptakan-legitimasi#sthash.cxo6REQi.dpuf
memanipulasi hitung cepat. Bisa terjadi legitimasi yang juga akan memengaruhi masyarakat. "Itulah kenapa dilakukan deklarasi kemenangan. Supaya masyarakat juga tetap percaya.Kalau tidak ada deklarasi, masyarakat akan menilai hanya Jokowi-JK yang menang, sehingga akan bertanya-tanya kalau nanti KPU menetapkan Prabowo-Hatta. Dengan kondisi seperti ini, masyarakat juga terbelah," tandas Djayadi.


Hasan Hasbi dari Cyrus menyatakan bahwa saat ini Quick Count sedang terancam kredibilitasnya karena adanya perbedaan hasil quick count pilpres 2014 ini. Hasan mengajak semua polster agar buka-bukaan pada media."Tidak usah lagi berdebat soal metodologi,sebab semua polster memakai metodologi yang sama" lanjut Hasan.
Lembaga survey sendiri dimulai di negara Filipina yang kali itu dimaksudkan supaya tidak ada penggelembungan suara.
Menurut Hasan, tidak ada partai yang mampu hadir di semua TPS. "Kubu Prabowo hanya hadir di 88 TPS. Sementara kubu Jokowi di 84 tps" demikian Hasan Hasbi.

Hari dari Litbang Kompas menyatakan bahwa mereka bukanlah lembaga survey, dan sudah 7 kali melakukan quick count.
Litbang Kompas sendiri melakukan quict count di 34 provinsi,berbeda dg KPU yang di  33 provinsi.
Menurut Hari, quick count pertama kali diperkenalkan tahun 1999, oleh Forum Rektor.
Christian Nainggolan menginginkan agar semua lembaga survey mempunyai prinsip keterbukaan, termasuk dalam hal keuangan.
Kasus dalam pemilu 2014 ini penting supaya terlihat "mana kambing mana domba" katanya. "Lembaga yang benar tidak akan mempertaruhkan kredibilitasnya" lanjutnya.

klik untuk memperbesar

Prof. Atet dari IPB mewakili akademisi menyarankan agar Lembaga survey harus menyampaikan metodologi secara transparan.
"Salah sedikit tak apa, itu dinamakan sampling error" katanya. "Yang berbahaya adalah non sampling error" sambungnya lagi.

Aji dari Lingkaran Survey Indonesia mengatakab bahwa ada ketidakjujuran dari beberapa lembaga survey.

Slide foto-foto selama acara
Beberapa pendapat lain terlontar adalah bahwa lembaga survey mestinya ada kode etik. Persepi akan memeriksa semua lembaga survey yang menjadi anggotanya. Yang patut disayangkan adalah tidak adanya hukuman, hanya berupa sanksi moral.
 
Bikrokrasi yang terlalu panjang pun menimbulkan potensi kecurangan. Entah apa maksudnya kotak diinapkan sedemikian lama.
Quick Count bisa dibiayai siapa saja, tapi hasilnya tak bisa dipesan.

VIDEO ACARA :




www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: