Sabtu, 19 Juli 2014

Bazaar Art Jakarta 2014 : Papermoon Puppet Theatre

* reported by Lie Hjun Jung


Bazaar Art Jakarta 2014
Papermoon Puppet Theatre

Waktu :
Jumat, 19 Juli 2014

Lokasi:
Pacific Place, Jakarta 

ULASAN :

Biografi
Maria Tri Sulistyani lahir di Jakarta pada tanggal 4 November 1981, dari pasangan Johannes Warsito Hardjono (alm.) dan Christina Sri Sudadi (almh.). Perempuan bertubuh mungil ini akrab dipanggil Ria Papermoon—lantaran ia dikenal sebagai kreator Papermoon Puppet Theatre. Terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya dalam keluarga, tidak membuat ia mudah mengantongi ijin mengenyam pendidikan seni secara formal. Namun, kedua orang tua selalu mendorong Ria  menekuni aktivitas seni; menari, menggambar, bermain drama di sekolah, gereja serta lingkungan kompleks rumah, menyanyi di gereja, bermain boneka tangan hingga membuat pementasan teater bayangan saat mati lampu. Keluarga adalah dukungan terbaik bagi kecintaan Ria pada dunia seni.

 



Pendidikan formal mulai TK hingga SMU ia tamatkan di Jakarta. Pendidikan tinggi ditempuhnya di Jurusan Ilmu Komunikasi UGM, dengan cita-cita ingin bekerja di stasiun TV atau radio. Ketertarikan Ria pada teater dimulai pada tahun 1999, yaitu sejak perkenalannya dengan Teater Gardanalla yang digawangi oleh Joned Suryatmoko. Baginya kemudian Joned merupakan sutradara dan penulis drama yang inspiratif dan sangat dikaguminya. Keterlibatan awalnya di Teater Gardanalla hanya disikapinya sebagai hobi. Namun setelah empat tahun melibatkan diri di sana, Ria menyadari bahwa ada hal lain yang ingin dicarinya, namun hal itu bukanlah sebagai aktris teater. Maka ia pun memutuskan diri untuk keluar dari Teater Gardanalla.

Mulailah Ria dengan pengembaraan mencari apa yang ingin dicarinya. Dalam pengembaraan itu ia sempat menjadi guru TK, manajer dan desainer pada sebuah studio keramik, penjaga perpustakaan TK dan playgroup, juga membuka sanggar untuk anak-anak, dan menulis serta menjadi ilustrator buku cerita anak-anak—yang masih ditekuninya hingga sekarang. Pada 2 April 2006 Ria menginisiasi Papermoon Puppet Theatre, sebuah puppet theater company, yang diawali dari kegelisahannya terhadap kurangnya ruang eksperimen dengan media seni untuk anak-anak.

Pada saat Papermoon Puppet Theatre berusia 6 bulan, Ria dan Iwan Effendi (perupa, merangkap partner sekaligus penata artistik Papermoon) mendapat kesempatan untuk mengikuti sebuah workshop teater boneka yang difasilitasi oleh Wilde Vogel Figuren Theatre dari Jerman di Teater Utan Kayu, Jakarta. Pengalaman ini membuka cakrawala pemikiran Ria. Dari sana ia mulai menyadari bahwa teater boneka tidak hanya berhenti hanya diperuntukkan bagi anak-anak.

Pada tanggal 23 Juni 2007 Ria dan Iwan menikah. Mereka pun sepakat untuk membesarkan Papermoon Puppet Theatre dengan melakukan eksperimen yang lebih luas di bidang teater boneka. Mereka berdua lalu mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan selama enam bulan di Amerika Serikat, yang didanai penuh oleh Asian Cultural Council, untuk melakukan observasi mengenai dunia teater boneka di New York dan kota lain di sekitarnya. Iwan memberi warna visual yang cukup kuat pada setiap pementasan Papermoon. Ria juga telah membawa Papermoon berkeliling Kuala lumpur, Philadelphia, New York, Washington DC serta New Delhi untuk menggelar pertunjukannya.

Ide Ria menciptakan teater boneka dengan boneka seukuran manusia dilatarbelakangi hobinya menonton Unyil dan Sesame Street di televisi sejak kecil. Di samping itu, ia juga menyukai pertunjukan Julie Taymour, Basil Twist dan Vienne. Bagi Ria ketiga sosok ini adalah sutradara teater dan teater boneka yang bisa mengolah imajinasi yang sangat luas. Ria juga bertemu dan belajar membuat wayang pada Ki Ledjar Subroto, dan mempelajari filosofinya.

Meskipun tidak tersentuh secara langsung dengan seni tradisi, Ria merasa ada rasa  berbeda yang dimiliki oleh seni tradisi kita dan tidak ditemukan di tempat lain. Di samping itu, ranah kontemporer yang digelutinya mampu membuat ia berbicara pada orang-orang yang hidup di masa kini dengan cara yang ia pahami. Inovasi dan kolaborasi adalah proses yang ia nikmati sebagai seorang kreator. Mengenai pilihannya menggeluti teater boneka kontemporer, Ria sering mendapat pertanyaan dari beberapa orang Barat yang kebetulan paham mengenai wayang: “Mengapa kamu bikin puppet theater semacam ini? Bukankah kamu punya wayang yang luar biasa filosofis dan keindahannya?” namun pertanyaan ini dijawab Ria dengan karyanya. Dan begitu mereka menonton pementasan Papermoon, mereka kemudian bisa mengatakan bahwa ada rasa yang tidak dimiliki oleh teater boneka Barat, Jepang, atau manapun dalam pertunjukan Papermoon.
Dina Triasuti - Penulis




Profil
Papermoon Puppet Theatre adalah puppet theater company yang didirikan pada tanggal 2 April 2006, berawal kegelisahan Maria Tri Sulistyani—pendiri Papermoon—terhadap kurangnya media seni untuk anak-anak. Namun seiring perkembangannya Papermoon berubah menjadi company teater boneka untuk segala usia. Hal ini didasari oleh keinginan Papermoon untuk berbicara pada skala yang lebih luas, bukan hanya pada kalangan anak-anak. Perkembangan visi Papermoon ini kemudian membuktikan bahwa  media teater boneka merupakan salah satu bentuk penyampaian pesan yang dapat diterima oleh semua publik, bahkan dengan lebih mudah bisa diterima.

Untuk menjangkau publik yang lebih luas itu, dan didasari keinginan agar publik umum bisa menikmati pertunjukan teater boneka di keseharian mereka, Papermoon bukan hanya menggelar pertunjukan di gedung-gedung pertunjukan, namun juga di kereta api, pasar tradisional dan tepi jalan. Hal ini sejalan dengan tema-tema yang diangkat Papermoon, yaitu hal-hal yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari yang dikemas secara imajinatif. Pertunjukan Papermoon pada dasarnya adalah pertunjukan visual, sehingga yang diharapkan adalah penonton bisa jatuh cinta dari mata (visual) lalu turun ke hati.

Karya pertama Papermoon adalah Noda Lelaki di Dada Mona, April 2008, yang sempat mencengangkan penonton dengan inovasi teater boneka. Pertunjukan ini merupakan percobaan pertama dalam membuat pementasan teater boneka dengan gaya realisme yang ditujukan bagi penonton dewasa. Ria sang sutradara mengaku bahwa karya ini belum banyak mengeksplorasi sisi seni teater boneka. Meskipun dalam karya ini Papermoon juga pertama kali membuat pertunjukan dengan media boneka seukuran manusia, dan juga menggunakan marionette dan wayang dalam satu pementasan, namun kekayaan teater boneka sebagai pertunjukan visual, belum tergarap dengan maksimal. Bagi Ria, pertunjukan ini masih merupakan pertunjukan teater yang menggunakan boneka, bukan pertunjukan teater boneka.

Karya terbaru Papermoon berjudul MWATHIRIKA. Pertunjukan ini digelar dengan dukungan penuh dari hibah Empowering Women Artist 2010-2011. Pertunjukan ini bercerita tentang korban politik pasca-September 1965, yang dikemas dalam pertunjukan imajinatif yang menguras emosi. Tema ini bagi Papermoon dianggap cukup menantang untuk dibicarakan. Namun demikian, penyampaiannya mesti dengan simbol-simbol serta dengan cara yang eksplisit. Setelah pertunjukan karya ini di Yogyakarta dan Jakarta, para penonton yang sebagian besar anak muda yang awam, ada indikasi bahwa mereka memiliki proses pembacaan tersendiri terhadap tema yang ditawarkan Papermoon. Hal ini menjadi sangat menarik, ketika karya dibicarakan kembali oleh orang lain, dengan kacamata mereka sendiri, karena “tiba-tiba” mereka merasakan adanya kedekatan dan diingatkan kembali dengan tema tersebut.

Dengan semakin luasnya publik Papermoon saat ini, masalah yang disebarkan kemudian bukan hanya berbicara pada wilayah teater boneka kontemporer, yang barangkali masih baru dalam ranah seni kontemporer di Indonesia, namun juga masalah dan tema pementasan yang agaknya telah hilang dari ingatan dan peredaran sehingga tak lagi banyak didengar oleh anak-anak muda masa kini. Melalui pengalaman ini Papermoon mendapat lebih banyak teman baru dan juga kesempatan untuk berbagi tentang banyak hal.

Awalnya Papermoon merupakan sebuah sanggar teater dan seni rupa untuk anak-anak. Dalam perkembangannya yang mutakhir, Papermoon yang telah jauh berkembang hanya terdiri dari 2-5 orang sebagai tim inti dari setiap project. Perampingan personil ini dilakukan setelah Ria dan Iwan—dua awak suami-istri di Papermoon—mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan selama enam bulan di Amerika Serikat untuk melakukan observasi mengenai dunia teater boneka di New York dan kota lain di sekitarnya. Sejak saat itu Papermoon bukan lagi terdiri dari belasan volunteer seperti sebelumnya, namun merupakan sebuah tim kerja yang kecil yang akan melakukan audisi ketika membutuhkan pemain, atau baru akan menambah kru jika memang membutuhkannya.

Papermoon membuka peluang residensi untuk seniman, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk berkolaborasi dengan Papermoon. Residensi ini sifatnya masih independen, sehingga seniman yang berminat diharapkan berusaha mencari sponsor sendiri untuk melakukan program residensinya di Papermoon.

Dina Triastuti- Penulis


Kru Papermoon Puppet

Karya
Noda Lelaki di Dada Mona (CCF Yogyakarta, 2008)
Dalam Sebuah Perjalanan / On a Journey (2008), kolaborasi 5 artis dari Indonesia, Meksico, Prancis dan Australia
Nothings Perfect, Honey.. I say sorry” (Hooyong Perfoming Arts Centre, South Korea, 2009)
Gifts from Korea (Yogyakarta, 2009)
Two Shoes For Dancing (Valentine Willie Fine Arts Gallery, Kuala Lumpur, Malaysia, 2009)
POHON KECIL—Puppet Video (2009), kolaborasi dengan Ma Petite Crokette (Prancis)
No More Waiting (Puppet Uprising, Philadelphia, US, 2009)
MAU APA-New York version (Spaghetti Dinner-Judson Memorial Church, New York , US, 2009)
Suitcase of Life (Puppet Blok-Dixon Place, New York, US; dan Puppet Cabaret, St. Stephen Church, Washington DC, US, 2009)
MWATHIRIKA (Yogyakarta, Jakarta, 2010-2011)
MAU APA-India version (Ishara International Puppet Festival, New Delhi, 2011)

Kontak
Papermoon Puppet Theatre
Jl. Langensuryo KT II/176 Yogyakarta, Indonesia 55131 Yogyakarta Special Region
Phone:+62-812-270-8012





www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: