Jumat, 06 Juni 2014

Peresmian Pameran, Pementasan & Diskusi Kultur Merdeka Petani Indramayu DAULAT PARA JAGOAN



 * reported by Lie Hjun Jung

Pameran, Pementasan & Diskusi Kultur Merdeka Petani Indramayu :DAULAT PARA JAGOAN, diresmikan di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) hari Kamis, 5 Juni 2014 pukul 19.30 WIB.



Peresmian yang dimeriahkan oleh pementasan dari Sanggar Mulya Bhakti pimpinan Wangi Indriya tersebut dibuka oleh Ibu Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), dan akan berlangsung  6 sampai 14 Juni 2014 pukul 10.00 – 18.00 WIB.

Ibu Tri Rismaharini memberi sambutan sekaligus meresmikan acara
Selain pembukaan, acara pameran juga akan diisi dengan acara diskusi yang diadakan hari Jumat, 6 Juni 2014 pukul 14.00 – 17.00 WIB


Para petani juara dari Indramayu



KETERANGAN ACARA :

Jaringan petani IPPHT (Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu) dari Kabupaten Indramayu Jawa Barat, oleh Badan Pangan Dunia (FAO—Food and Agriculture Organization) dianggap sebagai salah satu komunitas petani yang sangat berhasil mengubah paradigma petani lama menjadi paradigma petani baru yang juga siap mengantisipasi perubahan iklim global (climate change) dan pemanasan global (global warming).
Dibandingkan dengan sejumlah petani di Asia seperti di Thailand, atau Filipina yang pada tahun 1988 memperoleh masukan program kemandirian petani, petani Indramayu merupakan komunitas petani yang berhasil mengembangkan ideologi dan kultur baru petani yang semula amat tergantung pada pestisida dan budidaya pertanian dengan zat-zat kimia, secara meyakinkan kemudian membangun kultur dan ideologi baru yaitu petani-petani yang merdeka dan berdaulat atas diri sendiri. Mereka bisa melepaskan diri dari dikte para tengkulak benih padi, gelontoran pupuk dan obat-obat pertanian dari industri, bahkan juga berdaulat atas dikte dari birokrasi pemerintah yang masih saja berlaku tidak adil karena menjadi perpanjangan tangan pemilik modal atau kepentingan politik di balik program-program mereka untuk petani. Komunitas petani Indramayu--dan sebagian kecil komunitas petani serupa lainnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia—adalah suatu model masyarakat kecil yang berusaha keras berdaulat, dan usaha mereka berhasil memerdekakan diri dan komunitas petani.
 
Slide foto-foto selama acara
Mereka merdeka dan berdaulat dalam kemandirian bahan pangan beras, lewat suatu proses berliku dan jatuh-bangun dari belajar tentang curah hujan, hama tanaman, irigasi, pemuliaan benih, sampai persilangan tanaman. Mereka menjadi model, wong cilik, yang dengan usahanya sendiri secara gotong-royong bangkit dan membangkitkan anggota-anggota komunitasnya untuk berdikari, tetapi tetap menahan diri tidak menjadi pedagang. Pedagang? Ya karena keahlian mereka menciptakan berjenis pupuk, pestisida alamiah, berjenis benih baru temuan dan persilangan, tak membuat mereka tersulut dalam keserakahan. Mereka tetap menjaga moral sosial dengan saling tolong-menolong, semata untuk melawan kapitalisme dan komersialisme yang merajalela. “Kalau sampeyan memerlukan pupuk, dan benih, mari saya ajari membuat pupuk dan benih. Kalau jadi petani ya harus bisa bikin bibit sendiri, bikin pupuk sendiri, begituuu,” kata Karsinah lelaki tua berusia 82 tahun, sesepuh petani Indramayu.
Disatukan dalam sebuah perhelatan “DAULAT PARA JAGOAN”, beberapa kelompok tani akan hadir selama 10 hari di Bentara Budaya Jakarta dalam diskusi, pameran tentang ideologi, nilai-nilai, pikiran, dan kinerja otot mereka, serta pertunjukan kesenian petani.
Para jago dari Indramayu itu akan diiringkan tiga perupa jago dari tiga wilayah berbeda namun ketiganya takzim dan memuja jerih-keringat dan mitologi para petani. Ketiganya adalah pelukis kaca khas Cirebon, Rastika dari Gegesik Kulon, Kabupaten Cirebon (Jabar); pelukis dan komikus wayang kontemplatif Herjaka dari Badegan, Bantul (DIY); serta Sujono, dalang dan perupa wayang hama dari Gunung Merbabu, Magelang (Jateng). (hrd)


www.nomagz.com 

Tidak ada komentar: