Rabu, 11 Juni 2014

The 4th Indonesia Anti Corruption Forum - Hari Kedua - Pembukaan

Hari kedua The 4th Indonesia Anti Corruption Forum, yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga yang berkompeten yakni NODC,Bappenas,KPK,Kemitraan,ICW serta TII, diisi dengan beberapa agenda.

Agenda pertama adalah Acara Pembukaan pada pagi hari, yang mengambil lokasi di Istana Merdeka, Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta.


Pembukaan ini dihadiri oleh para narasumber yakni:
Prof. Dr. Armida Salsiah Alisjahbana (Menteri Perencanaan Pembangunan NasionalKepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun ini melakukan pemberantasan korupsi secara agresif. Tidak tebang pilih, tanpa pandang bulu. Karena itu, Presiden tidak terima bila dikatakan SBY tidak serius memberantas korupsi.
“Kalau saya dikritik, SBY belum berhasil benar memberantas korupsi, saya terima. Tetapi kalau dianggap SBY tidak serius memberantas korupsi saya tidak bisa terima. Karena we have done a lot of thing sebetulnya untuk itu semua,” kata Presiden SBY saat membuka Forum Anti Korupsi keempat, atau 4th Indonesia Anti Corruption Forum (4th IACF) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2014) pagi.
Dalam acara yang dihadiri oleh Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Wakil Ketua MPR Pramono Anung, dan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu, Presiden SBY mengemukakan, sejak lima tahun pertama pemerintahannya, ia didekati sejumlah pihak yang menginginkan adanya moratorium pemberantasan korupsi, termasuk mereka-mereka yang datang meminta bantuan saat menghadapi kasus korupsi. Bahkan, ada juga yang datang meminta untuk dilakukan pemutihan penanganan kasus korupsi, misalnya memberikan amnesti bagi pelaku korupsi.
Karena itu, kata SBY, siapa pun yang jadi pemimpin di negeri ini, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, eksekutif, legislatif, dan yudikatif, haruslah kuat, haruslah kokoh, haruslah tegar, dan tidak pernah menyerah untuk mengemban misi yang luar biasa penting tapi juga berat, yaitu mencegah dan memberantas korupsi.
Kepala Negara menegaskan, pemberantasan korupsi perlu leadership di semua level, di manapun– eksekutif, legislatif, yudikatif, pusat-daerah, dan juga perlu dukungan para pemimpin– dukungan sepenuh hati, bukan setengah hati.
“Dan ini akan tercermin manakala sang pemimpin dihadapkan pada pilihan, mau membela teman-teman dekatnya, kelompok politiknya, atau siapapun; atau dia bisa adil dan harus menghormati proses penegakan hukum itu,” tegas SBY.
Dikatakan Presiden, Indeks Persepsi Korupsi meskipun belum seperti yang diharapkan, ada sebenarnya kenaikannya. Ia menyebutkan, Indonesia, termasuk sebelas negara yang sekarang dianggap kenaikan IPK-nya baik. Namun, bad news-nya, lanjut SBY, korupsi atau kasus-kasus korupsi tetap saja terjadi.
Menurut Presiden, dulu dalam sistem otoritarian yang terjerat atau terkena oleh korupsi itu biasanya eksekutif, itupun ada di pusat. Namun, sekarang di era reformasi, di era demokrasi, dimana kekuasaan berada di mana-mana, di eksekutif, di legislatif, di yudikatif, di pusat, di provinsi, kabupaten, dan kota yang terkena kasus korupsi ini mewakili semua element of power holders di negara ini.
Presiden mengaku sudah menyampaikan semua, menyangkut bagaimana Indonesia ini, bangsa ini, pemerintah ini, masyarakat kita melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Berulang kali, mungkin yang mendengarkannya pun sudah bosan– mengapa gerakan anti korupsi itu penting; bagaimana caranya mencegah dan memberantas korupsi; sasaran-sasaran besar apa yang harus kita capai dalam pemberantasan korupsi; mengapa diperlukan kesungguhan dan efektivitas dari para penegak hukum, bukan hanya KPK tetapi juga Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan,” paparnya.
Karena sudah melakukan semua kewajibannya dalam pemberantasan korupsi, Presiden mengatakan, just do it, let’s do it.
“Saya kira semuanya sudah ada, tinggal, kembali lagi, just do it, let’s do it together. Kalau itu yang kita lakukan insya Allah buahnya akan manis,” ujar Presiden SBY.
Mendampingi Presiden SBY dalam kesempatan itu antara lain Ketua MPR Sidarto Danusubroto, pimpinan lembaga negara, Menteri Perencanaan Pembangunan Ketua Bappenas Armida Alisyahbana, Menkumham Amir Syamsudin, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menko Perekonomian Chairul Tantung, Menkes, Menteri ESDM Jero Wacik, dan Men PAN & RB Azwar Abubakar.(*)
- See more at: http://m.siaga.co/news/2014/06/10/presiden-konsisten-berantas-korupsi/#sthash.5vaZ16jU.dpuf
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun ini melakukan pemberantasan korupsi secara agresif. Tidak tebang pilih, tanpa pandang bulu. Karena itu, Presiden tidak terima bila dikatakan SBY tidak serius memberantas korupsi.
 


“Kalau saya dikritik, SBY belum berhasil benar memberantas korupsi, saya terima. Tetapi kalau dianggap SBY tidak serius memberantas korupsi saya tidak bisa terima. Karena we have done a lot of thing sebetulnya untuk itu semua,” kata Presiden SBY saat membuka Forum Anti Korupsi keempat, atau 4th Indonesia Anti Corruption Forum (4th IACF) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2014) pagi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan pemberantasan korupsi di Indonesiabekum usai. Sebab sampai saat ini masih banyak kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara.
Dalam acara yang dihadiri oleh Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Wakil Ketua MPR Pramono Anung, dan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu, Presiden SBY mengemukakan, sejak lima tahun pertama pemerintahannya, ia didekati sejumlah pihak yang menginginkan adanya moratorium pemberantasan korupsi, termasuk mereka-mereka yang datang meminta bantuan saat menghadapi kasus korupsi. Bahkan, ada juga yang datang meminta untuk dilakukan pemutihan penanganan kasus korupsi, misalnya memberikan amnesti bagi pelaku korupsi.


Karena itu, kata SBY, siapa pun yang jadi pemimpin di negeri ini, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, eksekutif, legislatif, dan yudikatif, haruslah kuat, haruslah kokoh, haruslah tegar, dan tidak pernah menyerah untuk mengemban misi yang luar biasa penting tapi juga berat, yaitu mencegah dan memberantas korupsi.
Kepala Negara menegaskan, pemberantasan korupsi perlu leadership di semua level, di manapun– eksekutif, legislatif, yudikatif, pusat-daerah, dan juga perlu dukungan para pemimpin– dukungan sepenuh hati, bukan setengah hati.
“Dan ini akan tercermin manakala sang pemimpin dihadapkan pada pilihan, mau membela teman-teman dekatnya, kelompok politiknya, atau siapapun; atau dia bisa adil dan harus menghormati proses penegakan hukum itu,” tegas SBY.
Dikatakan Presiden, Indeks Persepsi Korupsi meskipun belum seperti yang diharapkan, ada sebenarnya kenaikannya. Ia menyebutkan, Indonesia, termasuk sebelas negara yang sekarang dianggap kenaikan IPK-nya baik. Namun, bad news-nya, lanjut SBY, korupsi atau kasus-kasus korupsi tetap saja terjadi.
Menurut Presiden, dulu dalam sistem otoritarian yang terjerat atau terkena oleh korupsi itu biasanya eksekutif, itupun ada di pusat. Namun, sekarang di era reformasi, di era demokrasi, dimana kekuasaan berada di mana-mana, di eksekutif, di legislatif, di yudikatif, di pusat, di provinsi, kabupaten, dan kota yang terkena kasus korupsi ini mewakili semua element of power holders di negara ini.
Presiden mengaku sudah menyampaikan semua, menyangkut bagaimana Indonesia ini, bangsa ini, pemerintah ini, masyarakat kita melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
SBY menjelaskan butuh keseriusan untuk memberantas korupsi. Ini juga yang harus dilakukan presiden penggantinya Oktober mendatang.
"Saya mohon maaf kalau ada pekerjaan rumah belum rampung. Kita sudah berusaha secara sungguh-sungguh. Kalau ada yang bicara pemerintah tidak serius, saya tidak terima, karena kita sudah melakukan banyak hal," kata SBY.
"Tapi harus kita akui the war corruption belum berhasil dilakukan. Inilah yang jadi tugas pengganti saya yang harus diemban tugas berantas korupsi. Saya akan serah terimakan, pekerjaan rumah ini tentu ada yang lain, saya sambut presiden baru nanti kita hormati, muliakan, dukung agar berhasil dalam tugasnya, sambil saya sampaikan apa yang sudah dicapai dan apa yang belum," papar SBY.
“Berulang kali, mungkin yang mendengarkannya pun sudah bosan– mengapa gerakan anti korupsi itu penting; bagaimana caranya mencegah dan memberantas korupsi; sasaran-sasaran besar apa yang harus kita capai dalam pemberantasan korupsi; mengapa diperlukan kesungguhan dan efektivitas dari para penegak hukum, bukan hanya KPK tetapi juga Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan,” paparnya.
 

Penyerahan kenang2an oleh Zomrotin kepada SBY
Karena sudah melakukan semua kewajibannya dalam pemberantasan korupsi, Presiden mengatakan, just do it, let’s do it.
“Saya kira semuanya sudah ada, tinggal, kembali lagi, just do it, let’s do it together. Kalau itu yang kita lakukan insya Allah buahnya akan manis,” ujar Presiden SBY.
Presiden menjelaskan di berbagai negara, memberantas korupsi memang tidak mudah. Di Hong Kong misalnya, butuh waktu 15 tahun. Di Indonesia, SBY mentaksir bisa lebih dari 40 tahun untuk berantas korupsi.
“Kalau pemberantasan korupsi di Hong Kong 15 tahun, untuk Indonesia yang permasalahannya lebih kompleks bisa dua hingga tiga kali lebih lama. Tepat pemberantasan bisa lintas generasi dan pemerintahan,” kata SBY.
Mendampingi Presiden SBY dalam kesempatan itu antara lain Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Wakil Ketua MPR Pramono Anung, dan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu,pimpinan lembaga negara, Menteri Perencanaan Pembangunan Ketua Bappenas Armida Alisyahbana, Menkumham Amir Syamsudin, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menko Perekonomian Chairul Tantung, Menkes, Menteri ESDM Jero Wacik, dan Men PAN & RB Azwar Abubakar.
 

sumber 1
sumber 2

Slide foto-foto selama acara

Isi Lengkap Sambutan Presiden RI:

klik gambar untuk memperbesar

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua, 
Yang saya hormati Saudara Ketua MPR RI beserta para pemimpin lembaga-lembaga negara,
Yang mulia para Duta Besar dan pimpinan organisasi-organisasi internasional, para Menteri dan para Wakil Menteri, para Utusan Khusus Presiden, para Gubernur dan Wakil Gubernur, para pemimpin organisasi yang bergerak di bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi baik dari Transparency International Indonesia, dari Global Organisation of Parliamentarians Against Corruption, dari Fitra, dan organisasi-organisasi yang sejenis,
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Alhamdulillah, hari ini kita kembali membulatkan semangat dan tekad kita mensinergikan langkah dan upaya kita untuk melanjutkan perjuangan besar. Perjuangan  yang tidak mudah, tetapi harus kita lakukan di negeri tercinta ini, ialah pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Saya masih ingat, dua bulan setelah saya dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tahun 2004, saya menghadiri APEC Summit di Santiago, Cile. Kebetulan saya duduk bersebelahan dengan Chief Executive dari Hongkong Tsang-- Tuan Donald Tsang. Saya tahu Hongkong adalah sebuah negara yang sangat berhasil di dalam memberantas korupsi. Saya bertanya kepada beliau, “Kami Indonesia memiliki tekad yang sama untuk membikin negara kami  makin bersih, makin terbebas dari korupsi, adakah nasehat-nasehat Anda kepada saya?”
Banyak yang beliau sampaikan tetapi satu yang saya ingat, "Bagus kalau Indonesia sungguh ingin melakukan pemberantasan korupsi, tetapi harus tough, harus sabar, dan harus dilaksanakan secara intensif dan terus menerus.” Ibaratnya memberantas korupsi itu never ending goals, begitu. Dan kalau Hongkong memerlukan waktu lima belas tahun, untuk Indonesia yang jauh lebih besar, yang lebih kompleks, yang permasalahan korupsi masih ada di mana-mana, barangkali diperlukan waktu dua sampai tiga kali lebih lama dari itu. Sehingga tepat yang disampaikan, pemberantasan korupsi bisa lintas generasi dan yang jelas lintas pemerintahan. Dan itulah, saya kira pesan kita yang pertama. Sekali lagi memberantas korupsi diperlukan keteguhan hati dan semangat yang membaja. Yang kalah pasti tidak akan pernah berhasil, yang kuat insya Allah akan berhasil di masa depan.
Oleh karena itu, tadi malam saya juga menyimak debat antar calon presiden dan calon wakil presiden. Sebagai seseorang yang hampir sepuluh tahun mengemban tugas di negeri ini, yang insya Allah 4,5 bulan lagi akan mengakhiri tugas kami, mendengar apa yang disampaikan oleh para capres dan para cawapres saya senang. Saya mendengarkan langsung semangat, komitmen, dan keinginan kuat dari beliau-beliau untuk melakukan pemberantasan korupsi. Harapan saya adalah, dan ini bukan hanya kepada para capres dan cawapres yang hampir pasti salah dua dari empat itu akan menjadi presiden dan wakil presiden kita nanti, harapan saya, harapan kita semua, tetaplah konsisten dan konsekuen, dan ini juga berlaku bagi semua pemimpin, untuk sungguh-sungguh memberikan dukungan terhadap pemberantasan korupsi. Lima tahun pertama saya mengemban tugas, tidak sedikit tokoh politik yang datang kepada saya, yang intinya, “Sudahlah, kita lakukan saja moratorium pemberantasan korupsi.” Susah, banyak kegiatan yang terhenti, banyak yang takut mengambil keputusan, banyak yang takut kalau tiba-tiba dianggap korupsi. Eksesnya banyak sekali. Ada juga teman-teman saya juga yang pandai beretorika, tetapi ketika teman-teman dekatnya atau siapapun yang merasa harus dibela, datang kepada saya. “Bisa ditolong nggak?” Bagaimana menolongnya?  Kalau saya punya keinginan untuk campur tangan pun sudah salah. Belum kalau bagaimana cara seorang presiden atau siapapun melakukan campur tangan dalam penegakan hukum, dalam pemberantasan korupsi. Ada juga, ini belum lama datang ke saya, “Bisa nggak Pak SBY kita putihkan saja, berikan amnesti bagi pelaku korupsi, yang penting mulai hari ini ke depan tidak boleh korupsi, kalau perlu ditembak,” begitu.
Apa yang saya sampaikan ini benar-benar mendorong siapa pun yang jadi pemimpin di negeri ini, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, eksekutif, legislatif, dan yudikatif, haruslah kuat, haruslah kokoh, haruslah tegar, dan tidak pernah menyerah untuk mengemban misi yang luar biasa penting tapi juga berat ini, yaitu mencegah dan memberantas korupsi. Mengapa Saudara-saudara? Pemberantasan korupsi perlu leadership at all level, di manapun-- eksekutif, legislatif, yudikatif, pusat-daerah, dan juga perlu dukungan para pemimpin-- dukungan sepenuh hati, bukan setengah hati. Dan ini akan tercermin manakala sang pemimpin dihadapkan pada pilihan, mau membela teman-teman dekatnya, kelompok politiknya, atau siapapun; atau dia bisa adil dan harus menghormati proses penegakan hukum itu.
Ada dua pasang berita, good news dan bad news. Good news-nya, ini para duta besar dan pemimpin organisasi internasional, good news-nya adalah, saya kira dunia juga mengakui, Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun ini melakukan pemberantasan korupsi secara agresif, saya kira fakta. Tidak tebang pilih, tanpa pandang bulu. That is good news. Indeks Persepsi Korupsi meskipun belum seperti yang kita harapkan, ada sebenarnya kenaikannya. Dan kita termasuk sebelas negara yang sekarang dianggap kenaikan IPK-nya baik. Meskipun saya harus mengatakan masih jauh dari yang kita harapkan.
Bad news-nya adalah korupsi atau kasus-kasus korupsi tetap terjadi. Dulu dalam sistem otoritarian yang terjerat atau terkena oleh korupsi itu biasanya eksekutif, itupun ada di pusat. Begitulah the nature of distribution of power waktu itu. Sekarang di era reformasi, di era demokrasi, kekuasaan berada di mana-mana, di eksekutif, di legislatif, di yudikatif, di pusat, di provinsi, kabupaten, dan kota. Akibatnya, godaannya juga di mana-mana. Yang tergoda, kena. Sehingga saya kira kalau KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan bisa membuka siapa saja yang terkena kasus korupsi ini saya kira mewakili semua element of power holders di negara kita ini. Pesan kita hati-hati di dalam menggunakan kekuasaan.
Tadi Pak Pramono Anung juga mengindikasikan politik ini juga ikut membikin kompleksitasnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Saya di akhir masa jabatan saya ini, Pak Pram, juga berpikir kenapa politik dan demokrasi kita begitu mahal? Memang benar demokrasi di Indonesia tumbuh, berkembang baik, on the right track, freedom is everywhere, rakyat punya liberty untuk menyatakan pilihannya, tetapi why is so expensive? Mengapa begitu Mahal? Berarti ada yang keliru dalam sistem, dalam penataan, dalam kultur, apapun yang mestinya harus kita lakukan perbaikan.
Saya berjanji kemaren di bulan-bulan terakhir ini saya berbicara dengan Pak Sidarto misalnya kemaren di ruangan ini, “Ayolah kita yang sudah akan mengakhiri tugas ini sebagai outgoing leaders duduk bersama, yang baik-baik dari apa yang kita lakukan selama sepuluh tahun ini mestinya bisa dijaga, tetapi yang nyata-nyata tidak baik, belum berhasil, masih ada masalah di sana-sini, termasuk kesalahan sistem, termasuk kesalahan undang-undang dan aturan mari kita perbaiki. Dengan harapan pemerintahan yang akan datang lebih baik dari yang yang sekarang ini. Saya kira ini moral responsibility dari kita semua kalau menginginkan negara ini makin kedepan makin baik. Itulah good news dan bad news.
Beberapa minggu yang lalu Indonesia ditetapkan sebagai ekonomi nomor sepuluh di tingkat dunia, sepuluh besar dari segi GDP by purchasing power parity. Ini pikiran saya, andaikata korupsi bisa kita berantas lebih berhasil lagi mungkin nomor sembilan atau nomor delapan kita, might be. Karena kita punya potensi GDP by purchasing power parity.
Hadirin yang saya hormati,
Sebenarnya Ibu Armida, semua sudah saya sampaikan, menyangkut bagaimana Indonesia ini, bangsa ini, pemerintah ini, masyarakat kita melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi-- berulang kali, mungkin yang mendengarkannya pun sudah bosan-- mengapa gerakan anti korupsi itu penting; bagaimana caranya mencegah dan memberantas korupsi; sasaran-sasaran besar apa yang harus kita capai dalam pemberantasan korupsi; mengapa diperlukan kesungguhan dan efektivitas dari para penegak hukum, bukan hanya KPK tetapi juga Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan; mengapa pula komitmen para pemimpin itu menentukan; termasuk dukungan publik; dan satu hal bangsa ini memang harus memiliki yang saya sebut kehendak untuk berubah.
Saya kira negara yang punya masa depan yang baik ini di abad 21 ini tentu tidak ingin dianggap menjadi masyarakat yang korup, negara yang korup. Banyak yang sudah kita capai di bidang ekonomi, di bidang demokrasi dan penghormatan pada hak asasi manusia, di bidang menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional, di bidang peningkatan peran internasional Indonesia di kawasan dan di dunia. Tetapi harus kita akui  the war against corruption ini masih belum sepenuhnya berhasil kita menangkan. Oleh karena itu, inilah yang tentu menjadi tugas pengganti saya nanti, mungkin juga penggantinya pengganti saya kelak. Masih akan berderet itu pemimpin-pemimpin beserta pemerintahannya yang harus mengemban tugas untuk memberantas korupsi.
Karena semua saya sampaikan dan sebenarnya juga sudah saya lakukan kewajiban saya, maka yang harus saya sampaikan “just do it, let’s do it”. Mari kita lakukan, rencananya sudah ada, action plan sudah ada, gerakan begitu masif, KPK-nya serius, penegak hukum yang lain melakukan reformasi habis-habisan, lembaga-lembaga non pemerintah juga sangat bersemangat dalam melaksanakan aksinya, kerja sama internasional juga sudah kita laksanakan makin efektif dan makin efektif. Saya kira semuanya sudah ada, tinggal, kembali lagi, just do it, let’s do it together. Kalau itu yang kita lakukan insya Allah buahnya akan manis.
Dengan pesan dan harapan itu, maka satu lagi sebelum saya akhiri, saya katakan tadi 20 Oktober mendatang kita sudah akan punya pemimpin yang baru, saya akan serah terimakan kepada beliau pekerjaan rumah ini, tentu ada yang lain. Saya akan sambut presiden baru kita nanti, kita hormati, kita muliakan, kita dukung agar berhasil dalam mengemban tugasnya, sambil saya sampaikan apa yang sudah dapat kita capai, apa-apa yang belum dapat saya wujudkan. Dan dengan itu semua, saya memohon maaf kalau masih ada pekerjaan rumah yang belum rampung. Kita sudah berusaha secara sungguh-sungguh, saya juga.
Memang kalau saya dikritik, “SBY belum berhasil benar memberantas korupsi,” saya terima, tetapi kalau dianggap SBY tidak serius memberantas korupsi saya tidak bisa terima. Karena we have done a lot of thing sebetulnya untuk itu semua.
Itulah pesan, harapan, dan ajakan saya. Dan akhirnya dengan terlebih dahulu memohon ridha Allah subhanahu wa ta’ala dan dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, Forum Anti Korupsi Indonesia yang ke-4 dengan resmi saya nyatakan dibuka.
Sekian.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(Humas Setkab)



www.nomagz.com 

Tidak ada komentar: