Selasa, 12 Agustus 2014

Peluncuran Komik "Rampokan Jawa & Selebes"

 * reported by Lie Hjun Jung

Peluncuran Komik 
"Rampokan Jawa & Selebes" 

Bersama Peter van Dongen



11 Agt 2014 jam 15:00
Kinokuniya Jakarta Store, Plaza Senayan.

Komikus asal negeri Belanda, Peter van Dongen, meluncurkan komiknya yang berjudul "Rampokan Jawa & Selebes".
Peluncuran komik yang diterbitkan oleh Penerbit Gramedia tersebut digelar hari Senin, 11 Agustus 2014 di Toko Buku Kinokuniya, Plaza Senayan, Jakarta.
Acara dihadiri juga oleh beberapa teman Peter sendiri, disamping para undangan yang memang sudah sering membaca karya-karya Peter van Dongen sebelumnya.  

klik untuk memperbesar

PETER van DONGEN dan KOMIKNYA:

Kedua buku komik karya Peter van Dongen, komikus kebangsaan Belanda, memberikan arti tersendiri bagi pembacanya. Terutama jika pembacanya berasal dari Indonesia. Mengapa demikian? Pemilihan judul pada kedua buku komik itu saja sudah menggelitik keingintahuan. Merampok Jawa dan Merampok Sulawesi? Apa isi komik ini sebenarnya?

Peter van Dongen menulis kisah fiksi dengan mengambil lokasi beberapa tempat di Indonesia (di antaranya Jakarta, Surabaya, Blitar, Bandung dan Makassar). Bahkan sebagian di antaranya secara spesifik melukiskan suasana Tanjung Priok, daerah Pecinan di Glodok, pedalaman Jawa Tengah, Pasar Atom di Surabaya, stasiun kereta api, perkampungan, sawah, dan perkebunan.

Anda juga bisa menyaksikan suasana bongkar muat kapal di pelabuhan, pangkas rambut di bawah pohon, becak, penjual jamu gendongan, warung nasi, adu ayam, gladiator tradisional melawan harimau, dan lain sebagainya. Kebudayaan lokal pun nampak sangat mendekati kenyataan sehari-hari: pakaian kebaya, pria bersarung, pakaian petinggi masyarakat adat, dan seterusnya.

Kisah fiksi ini mengambil waktu pada 1945-1946 saat Indonesia baru saja merdeka dari jajahan Belanda. Kini Anda mulai bisa membayangkan suasana tempo doeloe di kedua buku komik ini (Rampokan Celebes merupakan sekuel Rampokan Java).

Kisah fiksinya pun menciptakan tokoh-tokoh dari kedua pihak, bangsa Belanda dan bangsa Indonesia, di mana keduanya saling berinteraksi. Hubungan yang terbina terwujud dalam berbagai bentuk. Mulai dari pertempuran pihak pejuang melawan pihak Belanda, dua insan berbeda bangsa yang memadu kasih, dua sahabat yang berbeda akar budaya, hingga dua pihak yang menjalin hubungan dagang yang baik.

Bagi pembaca asal Indonesia, kedua buku ini terasa semakin akrab saat membaca berbagai kosakata yang tak asing seperti "merdeka!", ampun!", usir penjajah!", "bersiap!", "serang!", ataupun "tolong!". Seakan masih belum cukup, masih banyak tambahan seperti toko kelontong bernama Toko Ong atau Obat Mandarin yang banyak dijumpai sepanjang kawasan perniagaan.

Peter van Dongen tampak mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam menciptakan kedua buku komik ini. Dengan pengaruh Herge, komikus asal Belgia yang terkenal dengan komik Tintin, yang sangat kental dalam setiap coretannya, van Dongen menggunakan berbagai referensi dalam "memindahkan" realita ke dalam coretan gambar. Cobalah tengok berbagai rumah tradisional dan rumah adat, bentuk-bentuk bangunan, serta kendaraan tradisional seperti becak, perahu dan andong, Anda akan menyadari betapa ia bersungguh-sungguh dalam membuat karya masterpiece-nya ini.

Mungkin kita bertanya-tanya, "apa sih hubungan van Dongen dengan negeri Indonesia?" Ibunda Peter van Dongen ternyata keturunan Cina-Indonesia dan pernah tinggal lama di Makassar dan Manado. Kisah-kisah tempo doeloe ibundanya inilah yang membuat Peter dari dulu memang akrab dengan Indonesia dan berniat mewujudkan kecintaannya dalam bentuk buku komik.

Peter van Dongen mendapatkan banyak sumber referensi dari foto-foto tua milik ibunya dan dari koleksi sebuah museum di Amsterdam, Belanda. Komikus muda kelahiran Belanda pada 1966 ini mulai berkarya sejak 1990 dengan bukunya Muizentheater serta mengakui besarnya pengaruh Herge dalam karya-karyanya.

Sayang kedua buku ini hanya tersedia dalam bahasa aslinya, yaitu Belanda. Jika saja ada penerbit di Indonesia yang berniat menerjemahkan dan menerbitkannya, niscaya kedua judul ini akan menjadi pembicaraan hangat para penggemar komik di Indonesia. l surjorimba suroto, penggemar komik

Peter van Dongen dengan editor buku ibu Dini

Boks 1-------

Dua Komik Itu

RAMPOKAN JAVA

Mengambil lokasi di pulau Jawa pada 1946, Indonesia baru saja menyatakan kemerdekaannya dari tangan penjajah Jepang. Belanda yang sebelumnya terusir oleh Jepang merasa perlu untuk menundukkan kembali Indonesia, terutama atas dasar kepentingan ekonomi Belanda. Ratusan relawan dari Belanda dengan semangat patriotisme berangkat ke Indonesia dengan tujuan mempertahankan harga diri bangsa.

Alkisah seorang relawan, Johan Knevel, dalam perjalanannya menuju Jawa secara tak sengaja membunuh seorang rekannya di atas kapal. Knevel kemudian dihantui perasaan bersalah. Setelah mendarat di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Knevel masih dihantui perasaan tersebut. Di mana pun ia berada, seakan-akan arwah rekannya tersebut terus mengikutinya.

Dalam perjalanannya, Knevel mengenang masa kecilnya saat ia menjalani masa yang menyenangkan. Apalagi saat ia mengenang inang pengasuhnya, seorang wanita Jawa yang menyayanginya dan ikut membesarkannya. Kenangan indah bersama Ninih, inang pengasuhnya itu memberikan persepsi tersendiri mengenai bangsa Indonesia. Dari Ninih ia mengenal cerita-cerita rakyat, serta adat dan kebiasaan suku Jawa.

Sementara itu, masih dihantui rasa bersalah, Knevel mulai meneliti barang-barang peninggalan rekannya yang terbunuh itu. Ternyata rekannya tersebut juga memiliki hubungan erat dengan bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai foto dan surat-menyurat yang disimpan di dompetnya. Knevel mulai mengalami konflik batin saat ia harus menawan seorang wanita pribumi yang mengingatkan dirinya pada Ninih. Knevel membantunya melarikan diri dari penahanan, serta dinyatakan desersi dari kesatuannya.


Para Undangan

RAMPOKAN CELEBES

Mayat rekan Johan Knevel diketemukan nelayan yang sedang melaut di perairan Malaka. Beberapa rekannya mencurigai Knevel dan mengikuti jejaknya. Satu hal yang tidak diketahui mereka Johan Knevel menggunakan nama samaran, Erik Verhagen.

Di lain tempat, kota Makassar, Knevel menyusuri jalanan kota masa kecilnya. Ia berjumpa dengan beberapa teman semasa kecil dan sampailah ia di bekas kediaman orangtuanya yang telah ditinggalkan. Setelah itu ia berziarah ke makam kedua orangtuanya dan mencari keberadaan Ninih. Belakangan ia mengetahui ada hubungan khusus antara ayahnya dengan Ninih.

Di kota Makasar Knevel berjumpa komandan pasukan, yang hendak menangkapnya dengan tuduhan desersi. Knevel berhasil menemukan Ninih, yang ingatannya terganggu, di sebuah desa pedalaman Sulawesi. Akhirnya Ninih ingat kepada Knevel. Para pemburu berhasil menemukan jejak Knevel, tapi terpaksa bentrok senjata dengan pasukan militer yang hendak menangkapnya dengan tuduhan desersi. Knevel terbunuh ditengah-tengah usahanya melarikan diri.


sumber ruangbaca.com 


Slide foto-foto selama acara


www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: