Rabu, 13 Agustus 2014

Peluncuran dan Diskusi Buku Max Havelaar


Peluncuran dan Diskusi Buku 
Max Havelaar


Waktu:
Selasa, 12 Agustus 2014, 19.30 WIB 

Lokasi:
Erasmus Huis, Jakarta

Nara sumber:
  • Ibnu Wahyudi (FIB-UI);
  • Laora Arkeman (Jurnal Sastra & IWL).
Moderator: Willy Pramudya (AJI Indonesia)
 

Langkah Penerbit Padasan menghadirkan kembali “Max Havelaar”, sebuah roman politik berlatar Lebak, Banten, abad 19, merupakan upaya menarik perhatian khalayak luas pada karya penting dan bersejarah ini. Pada tahun 2012, “Max Havelaar” pernah diajukan ke UNESCO oleh Universiteit van Amsterdam untuk menjadi salah satu world heritage,.
Multatuli telah membuat karya yang melampaui zamannya. Karakter tokoh-tokohnya menakjubkan, dengan cerita yang akan terus menuai kontroversi. Kehadiran novel yang kini menjadi bacaan wajib sekolah-sekolah di Belanda dan diakui sebagai karya sastra dunia oleh Hermann Hesse dalam Eine Bibliothek der Weltliteratur (1929) adalah hal yang sangat membanggakan bagi kita di Indonesia dan itulah sebabnya harus dibaca. Sebuah karya besar tentu jangan dilewatkan!

sumber

Laora Arkeman, Willy Pramudya, Ibnu Wahyudi
Ibnu Wahyudi menyinggung sebutan dari masyarakat bahwa Max Havelaar adalah karya sastra yang tidak bermuru.
"Karya sastra ini dibuat ketika jaman belum modern seperti sekarang. Pengertian 'fiksi' kala itu adalah hal-hal yang 'antah berantah', dalam arti tidak ada di kehidupan sehari-hari," demikian Ibnu.
Menurut Ibnu, Max Havelaar menjadi besar karena mendorong perlawanan pada kolonialisme.
"Multatuli adalah karya besar pada jamannya karena menekankan pada moralitas cerita," lanjut Ibnu lagi.



Menjawab pertanyaan, Laora Arkeman mengatakan bahwa sangat banyak manfaat bisa diambil pada cerita Max Havelaar ini.
"Pendidikan bisa mengubah banyak hal sepanjang sistem memang ditujukan untuk itu," kata Laora.
Menjawab pertanyaan juga, Laora menyatakan bahwa Douwes Dekker menciptakan gaya bahasanya sendiri.
Kenapa buku ini memakai ejaan suwandi, "karena mengingatkan bahwa indonesia pernah memakai berbagai ejaan." demikian Laora Arkeman.



Sedangkan moderator Wahyu Pramudya menekankan bahwa Lebak masa kini tidak beda dengan Lebak 150 tahun yang lalu.
"Max Havelaar memberi pengaruh besar, tidak hanya di Indonesia, melainkan juga bagi dunia," kata Wahyu.


Slide foto-foto selama acara


http://youtu.be/ZT6k0u54xRQ

www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: