Rabu, 28 September 2016

Forum Diskusi Ekonomi Politik

Forum
Diskusi Ekonomi Politik



Waktu :
Senin, 26 September 2016

Tempat :
Restoran Penang Bistro Resto,
Jl. Kebon Sirih Raya No. 59. Menteng, Jakarta Pusat

Perekonomian Indonesia saat ini dalam situasi yang tidak baik. Salah satu upaya untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi adalah melalui sektor industri. Beberapa sektor industri dipacu untuk swasembada nasional. Tantangannya adalah bagaimana hal tersebut dapat dibarengi kebijakan mendukung. Saat ini industri nasional berbahan baku garam tengah diombang-ambing. Beberapa kebijakan terkait impor garam tengah dikaji ulang. Industri akan diwajibkan menyerap garam lokal, bukan garam impor, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Sementara garam lokal masih memiliki persoalan spesifikasi yang belum sesuai dengan kebutuhan industri. Jika benar diberlakukan, beberapa sektor industri akan mengalami kebangkrutan. Tak sedikit karyawan dan buruh pabrik yang akan di PHK. Juga sektor lain yang menjadi turunan dari industri berbahan baku garam. Potensi penerimaan negara otomatis akan berkurang

Pembicara :
  • Faisal Basri (Pengamat Ekonomi Indonesia)
  • Toni Tanduk (Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia/AIPGI)
  • Rizal Edi Halim (Dosen Fakutas Ekonomi UI)


Ulasan Redaksi :

Toni Tanduk
Garam mempunyai unsur kimia Natrium dan Sodium. Natrium banyak digunakan untuk pemutih/bleaching misal produk pulp(bubur kertas), dan tekstil. Garam merupakan produk strategis. Isu impor garam menjadi sensitif bila dikaitkan dengan garam lokal produk petani garam. Berkembang isu negatif hal impor garam oleh industri pengguna garam. Penyerapan garam lokal oleh industri pengguna garam dianggap belum optimal. Penyebabnya adalah lemahnya data base tentang garam maupun industri pengguna garam. Potensi lahan garam 25.000 ha. Kebutuhan garam nasional 3.903.000 ton/tahun. Kebutuhan industri Petrokimia/CAP 1.750.000 ton, Konsumsi Rumah Tangga 700.000 ton, industri Aneka Pangan 450.000 ton, Pengasinan Ikan 400.000 ton. Standar Nasional Indonesia tentang garam, mencakup kadar air, calcium, magnesium, logam berat, impuritas/kekotoran.
Tantangan :
- Memperhatikan daya saing industri, termasuk pengamanan pasokan bahan baku.
- Kualitas garam lokal yang masih rendah dan impuritasnya tinggi.
- Impuritas calcium dan magnesium rata-rata > 3.000 ppm, persyaratannya maksimal 600 ppm.
- Akurasi data produksi garam lokal belum valid.
Usulan :
- Percepatan peningkatan produksi melalui ekstensifikasi lahan di NTT/NTB.
- Ketersediaan data produksi yang valid.
Biaya produksi petani garam lokal RP 600,-RP700,-/kg, tidak kompetitif dibanding garam impor. Kepemilikan lahan garam rata-rata 2-3 ha/petani. Di Madura hanya Pamekasan dan Sumenep lah penghasil garam. Mutu garam Rembang lebih baik dibanding di Pati. Produktivitas garam lokal 1.000 ton/ha. PT Garam memproduksi 330.000 ton/tahunnya. Intinya perlu perbaikan di hulunya, perlu kemitraan dengan petani garam lokal, butuh verifikasi data. Harga FOB garam di Australia 25 USD/ton, harga di Indonesia 55 USD/ton.


Faisal Basri
Akar kontroversi, Indonesia memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia (54.000 Km), merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas lautannya 2/3 total wilayah.Produksi garam adalah di darat, harus dicetak mirip sawah padi. Produktivitas petani garam tergantung luas laut, cuaca, dan lahan. Di Nusa Tenggara Timur curah hujannya 3 bulan dalam setahunnya, di Australia ada wilayah bercurah hujan 1 bulan/setahun. Opportunity costnya adalah lahan untuk pariwisata dan perumahan.Persoalan muncul di negara yang kelebihan produksi/supply. Kebutuhan garam nasional 2014 sebanyak 3,612 juta ton/tahun.
Industri CAP menyerap 1,913 juta ton, Industri Aneka Pangan menyerap 473,133 juta ton. Produksi garam lokal 2,252 juta ton/tahun. Garam lokal dipandang harganya rendah RP 300,-/kg. Pada 2011 Kementerian Perdagangan mematok harga garam kualitas 1, RP 750,-/kg.Kualitas 2, RP 550,-/kg. Isunya untuk membantu petani garam. Semua garam lokal akan diserap pemerintah, dan disiapkan dana RP 30 triliun. Tugas industri manufaktur adalah berproduksi, menciptakan daya saing, menciptakan lapangan kerja, ekspor, membayar pajak. Komponen biaya garam dalam industri makanan dan minuman +/- 30%. Kalau harga garam lokal mahal, daya saing industri akan menurun. Dan akan masuk produk impor, terutama dari negara-negara ASEAN. Garam impor RP 574,-/kg relatif lebih murah dari harga patokan pemerintah. PT Garam juga tidak sanggup membeli garam lokal dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Data pertumbuhan industri manufaktur 2011-2015, industri makanan/minuman tumbuh 8,5%, industri kimia, farmasi dan produk biologi tumbuh 7,6%. Perlu modernisasi PT Garam dengan mengolah garam lokal, seperti yang sudah dilakukan oleh PT Susanti, PT Unichem, PT Candy Indonesia, menjadi garam yang bermutu lebih baik. Solusinya, meningkatkan kualitas produk garam lokal, selesaikan di hulunya agar semakin kompetitif.Arthur, Ahli Teknologi Garam. Luas lahan di Jawa Timur termasuk Madura 6.000 ha, Jawa Barat 6.000 ha, Jawa Tengah 5.000 ha.
India menghasilkan 25 juta ton garam/tahun. Produktivitas petani garam sangat tergantung cuaca, curah hujan, evaporasi. Perlu regulasi yang berjangka panjang. Ada 13.000-21.000 orang petani yang terlibat. Musim produksi awal Juni sampai akhir Oktober. Lama evaporasi 6 minggu. Adanya La Nina mengancam produksi garam di 2016. Konsumsi garam Indonesia 3-3,5 kg/capita. Malaysia 5 kg/capita. Konsumsi rumah tangga Indonesia 1,1 juta ton/tahun.
Ada ancaman kurang supply tahun ini, saat ini belum nampak dampaknya karena masih ada stok. Tahun 2010 petani garam lokal memproduksi 50.000 ton. Produksi garam tergantung sinar matahari, kadar kandungan, deposit. Teknologi hanya bisa meningkatkan kualitas, tidak meningkatkan jumlah. Untuk meningkatkan produksi perlu menambah lahan.


NOMagz.com

Tidak ada komentar: