Jumat, 07 November 2014

Peluncuran Laporan The New Climate Economy – khusus Indonesia

Peluncuran Laporan 
The New Climate Economy 
– khusus Indonesia

Waktu :
Jumat, 7 November 2014. 14.00 – 16.00 WIB.
 

Tempat :
Nakara Room 1&2. Hotel Double Tree by Hilton Hotel – Diponegoro
Jl. Pegangsaan Timur No.17 Cikini, Jakarta 10310

Welcome remarks: 

Mr. Satya S. Tripathi - Director and Executive Head, UNORCID.

Keynote Speech: 

Mr. Purwijanto mewakili Bambang Brodjonegoro – Minister of Finance 

ULASAN :


Laporan The New Climate Economy (NCE): Pertumbuhan yang Berkeadilan dan Mitigasi Perubahan Iklim dapat Dilakukan Secara Bersamaan


Mendorong Transisi Menuju Ekonomi Rendah Karbon

JAKARTA, 7 November 2014 – Laporan New Climate Economy dalam Bahasa Indonesia bertajuk “Pertumbuhan Lebih Baik, Iklim Lebih Baik” diluncurkan hari ini. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara pendukung Komisi Global Ekonomi dan Iklim (Global Commision on the Economy and Climate) bersama Norwegia, Swedia, Inggris, Kolumbia, Korea Selatan dan Ethiopia.

Laporan NCE memuat 10 Rencana Aksi Global, dimana 3 rencana di antaranya menyebutkan dengan jelas persoalan pemanfaatan lahan. Dalam konteks ini, produksi pertanian menjadi fokusnya dan peningkatan produktivitas menjadi titik solusi utama.

Expert Panel Session

Laporan ini menyerukan penghentian total deforestasi hutan alam pada tahun 2030, melakukan restorasi atas 500 juta hektar hutan lahan pertanian yang hilang atau terdegradasi pada tahun 2030, serta mempercepat peralihan pemanfaatan pembangkit tenaga dari batubara yang menyebabkan polusi. Pentingnya tata kelola hutan bersamaan dengan restrukturisasi ekonomi politik hutan dan lahan gambut yang bijak, juga ditekankan oleh laporan ini.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia Purwiyanto, mengatakan, “Mendukung tujuan Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, Kementerian Keuangan telah mempromosikan konsep Pembangunan Ekonomi Hijau melalui pendekatan fiskal yang baru, dengan mengelola iklim investasi yang lebih baik, menciptakan kebijakan fiskal yang lebih suportif, dan di saat yang sama berupaya meningkatkan kualitas belanja negara, melakukan kajian resiko pasar keuangan yang lebih baik dan mempromosikan pembiayaan infrastruktur yang berwawasan hijau.”

Kepala Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Heru Prasetyo mengatakan, “Kesimpulan dari laporan ini menggemakan visi Indonesia untuk mencapai target sukarela 26/41 persen penurunan emisi dengan tetap mempertahankan 7 persen pertumbuhan ekonomi. Laporan ini juga menggarisbawahi bahwa dengan bantuan teknologi, negara tidak lagi harus memilih antara pertumbuhan ekonomi yang pesat atau upaya penurunan resiko perubahan iklim. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi sejatinya dapat dilakukan secara bersamaan dengan upaya-upaya antisipasi perubahan iklim.”

“Contoh yang ditunjukkan oleh Indonesia mempertegas pesan inti yang termuat dalam laporan New Climate Economy ini; bahwa upaya mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan dengan cara yang tidak mengancam pertumbuhan ekonomi, dan bahkan dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih dinamis dan kuat,” ujar Direktur Eksekutif dan Kepala United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia (UNORCID), Satya Tripathi.


Sebagai salah satu negara pendukung laporan ini, Kedutaan Besar Inggris di Jakarta menyampaikan “Kami menyambut baik diluncurkannya laporan New Climate Economy (NCE), yang kini tersedia dalam Bahasa Indonesia, hal ini akan meningkatkan cakupan pembacanya. Di saat dimana banyak negara berjuang keras secara ekonomi, laporan ini mempresentasikan bukti-bukti baru yang menarik tentang bagaimana upaya mitigasi terhadap perubahan iklim dapat berbuah kepada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kami menggugah Pemerintah baru Indonesia untuk mengadopsi rekomendasi- rekomendasi yang ada dalam laporan ini, untuk menjaga Indonesia tetap berada pada jalur pertumbuhan ekonomi tinggi dan membantu kita semua mewujudkan perjanjian iklim global di Paris tahun depan, dengan tekad menempatkan dunia ini di jalur yang lebih berkelanjutan.”

“Laporan New Climate Economy memberi kontribusi dan merupakan dobrakan terhadap perdebatan dunia akan hubungan pertumbuhan ekonomi dan perubahan iklim. Laporan ini secara efektif membingkai ulang perdebatan tersebut dengan argumen yang sangat mantap bahwa terdapat irisan yang sangat besar atas apa yang baik bagi ekonomi dan apa yang baik bagi perubahan iklim,” tutur Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, H.E Stig Traavik.

Penyusunan laporan ini bertujuan untuk menyediakan referensi praktis bagi para pembuat kebijakan di tiga sektor utama, yakni; energi, tata guna lahan dan hutan, serta perkotaan. Senior Advisor NCE Michael Jacobs, menekankan, “Pemerintah dan sektor swasta dapat tumbuh dengan pesat dan secara bersamaan menurunkan tingkat emisi dengan meningkatkan efisiensi, memastikan ketersediaan infrastruktur pendukung, mendorong berkembangnya inovasi pada sektor-sektor tersebut, serta memantapkan struktur perekonomian.”

Namun demikian, laporan NCE ini menyoroti titik kritis dunia 15 tahun ke depan, dimana ekonomi global mengalami transformasi struktural yang mendalam. “Oleh sebab itu investasi yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam 15 tahun ke depan akan menentukan masa depan sistem iklim dunia. Kesempatan terbesar Indonesia dalam merespon perubahan iklim terletak pada upayanya dalam melawan deforestasi,” tegas
Managing Director of Sustainability and Stakeholder Engagement Asia Pulp and Paper, Aida Greenbury.


Kesimpulan ini dan korelasinya dengan REDD+ menjadi fokus utama dalam Tajuk Diskusi Indonesia berjudul “Tumbuh dengan REDD+” yang ditulis oleh Deputi Perencanaan & Pendanaan Badan Pengelola REDD+, Agus P. Sari, “REDD+ memungkinkan kejelasan peraturan, investasi dalam modal sumber daya manusia dan institusional, serta pengelolaan yang lebih baik dari lahan dan kekayaan alam bersama yang berdampak besar pada komunitas, sektor swasta memiliki peran untuk membawa inovasi teknis dan investasi,” jelasnya, “Kesempatan untuk menghasilkan keuntungan melalui investasi pada REDD+ sekaligus mendukung terciptanya pemerintahan yang baik dan manajemen lingkungan yang berkesinambungan — untuk kebaikan umum, meningkatkan produktifitas lahan dan tenaga kerja, melakukan inkubasi modul ecotourism yang inovatif, dan bermitra dengan masyarakat pada skala besar — hanyalah beberapa contoh dari berbagai modalitas investasi pada ekonomi baru yang ramah iklim di Indonesia.”

Country Director untuk Global Green Growth Institute (GGGI) Indonesia, Anna van Paddenburg juga mendukung pernyataan ini, “Pertumbuhan ekonomi baru yang ramah iklim ini sangatlah dimungkinkan. Kuncinya di sini adalah terbentuknya lingkungan yang memungkinkan terjadinya hal tersebut, didukung dengan kebijakan yang konsisten dan kondusif, yang memberikan insentif sekaligus mengurangi resiko bagi investasi ramah lingkungan.”

*****

Slide foto-foto selama acara
.
Tentang BP REDD+ :




Badan Pengelola REDD+ Indonesia bertanggung jawab membantu Presiden Republik Indonesia dalam melakukan koordinasi, harmonisasi, perencanaan, fasilitasi, pengaturan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian implementasi REDD+ di Indonesia. (www.reddplus.go.id)
 



Tentang UNORCID :


The United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia berperan sebagai lembaga yang melakukan koordinasi dan menjadi institusi pengelola pengetahuan tentang REDD+. UNORCID dibentuk berdasar pada fokus keahlian dan keunggulan dari Sembilan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO, ILO, UNEP, UNDP, UNESCO, UNODC, UNOPS, UNU dan WFP), serta sejumlah mitra organisasi masyarakat sipil. UNORCID memberikan informasi dan perangkat yang relevan bagi implementasi REDD+ yang sukses, kepada pada pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. UNORCID diluncurkan pada 17 November 2011 oleh Sekretaris Jenderal PBB.

Tentang New Climate Economy Report :




Laporan New Climate Economy adalah sebuah program unggulan dari Komisi Global Ekonomi dan Iklim (Global Commision on the Economy and Climate). Komisi ini dibentuk oleh tujuh negara; Kolombia, Ethiopia, Indonesia, Norwegia, Korea Selatan, Swedia dan Inggris sebagai sebuah inisiatif independen untuk menganalisis bagaimana negara dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sambil menangani resiko-resiko yang ditimbulkan akibat perubahan iklim.



Komisi ini diketuai oleh mantan Presiden Mexico Felipe Calderón, dengan posisi Wakil Ketua yang dipegang oleh ahli ekonomi terkemuka Lord Nicholas Stern. Komisi ini terdiri dari 24 pemimpin dari 19 negara termasuk para mantan kepala pemerintahan dan menteri keuangan, pemimpin bisnis, investor, walikota dan pakar ekonomi. Komisi ini mendapat konseling dari sebuah panel yang terdiri dari para ahli ekonomi terkemuka dunia yang diketuai oleh Lord Nicholas Stern dan termasuk dua penerima penghargaan Nobel.



Penelitian ini diselenggarakan oleh sebuah kemitraan antara institut-institut ekonomi dan kebijakan global terkemuka, termasuk World Resources Institute (Managing Partner), Climate Policy Institute, Ethiopian Development Research Institute, Global Green Growth Institute, Indian Council for Research on International Economic Relations, London School of Economics and Political Science, the Stockholm Environment Institute dan Tsinghua University. Organisasi-organisasi internasional terkemuka seperti OECD, World Bank, International Monetary Fund dan International Energy Agency juga berkontribusi dalam pekerjaan ini.



Laporan The New Climate Economy tersedia secara online di www.NewClimateEconomy.report & www.reddplus.go.id
 


.
 VIDEO ACARA :


https://www.youtube.com/watch?v=-3vHplv00Gg


www.NOMagz.com

Tidak ada komentar: